Dark/Light Mode

12.500 Desa Belum Nikmati Internet, Pemerintah Disarankan Cari Sewaan Satelit Murah

Minggu, 9 Agustus 2020 21:49 WIB
Satelit/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Satelit/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sekitar 12.500 desa belum menikmati layanan telekomunikasi. Padahal, proyek Palapa Ring sudah selesai. Proyek tersebut awalnya diharapkan bisa membuat seluruh masyarakat Indonesia sudah bisa menikmati layanan telekomunikasi, termasuk broadband internet.

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyebut, hal ini terjadi karena kurangnya infrastruktur lain. Dia menerangkan, infrastruktur telekomunikasi tak berdiri sendiri. “Infrastruktur telekomunikasi harus didukung dengan ketersediaan jaringan listrik serta kesiapan gawai di sisi masyarakat yang akan memanfaatkannya,” ucapnya, Minggu (9/8).

Baca juga : Pemerintah Bidik Pesantren Kembangkan Keuangan Syariah

Uchok menyatakan, sebelum infrastruktur telekomunikasi dibangun di daerah terpencil, Presiden harus terlebih dahulu menyiapkan infrastruktur dasar seperti listrik. Sejatinya, kendala utama pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah terpencil adalah ketiadaan jaringan listrik.

“Jika pemerintah tidak menyediakan jaringan listrik, nasib proyek pembangunan jaringan telekomunikasi bisa sia-sia. Kita punya pengalaman MPLIK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) yang tak berjalan. Presiden harus sadar akan tantangan tersebut,” ucap Uchok.

Baca juga : Semoga Belanja Pemerintah Bisa Selamatkan Ekonomi Kita

Jika infrastruktur listrik sudah tersedia, lanjutnya, baru dapat dibangun jaringan telekomunikasi. Uchok meminta agar prioritas pembangunan untuk akses jaringan telekomunikasi dapat mengoptimalkan penggunaan Palapa Ring yang telah dibangun pemerintah. Sebab, saat ini utilisasi Palapa Ring masih terbilang rendah.

“Jika memang tak memungkinkan dengan Palapa Ring, dapat dipertimbangkan menggunakan satelit. Dengan geografis Indonesia yang menantang, memang kita masih membutuhkan satelit. Untuk dapat melayani masyarakat di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) pemerintah harus melakukan perencanaan yang matang dan mencari alternatif yang paling ekonomis. Apakah memiliki satelit sendiri atau dapat menyewa,” terang Uchok.

Baca juga : Ingat, Parpol Jangan Pilih Cakada Yang Cacat Moral

Pengadaan satelit SATRIA oleh Kemenkominfo melalui BAKTI senilai Rp 21 triliun (space segment) serta penyediaan ground segment yang secara total diperkirakan lebih dari Rp 80 triliun dinilai Uchok terlalu mahal dan berpotensi memberatkan keuangan negara. Beban ini tidak hanya untuk satu tahun, namun multiyears selama 15 tahun, sesuai umur satelit tersebut. Sebab yang akan disasar adalah daerah yang trafik komunikasinya rendah dan revenue-nya juga terbatas, serta tidak menguntungkan secara bisnis.

“Karena daerah 3T merupakan wilayah yang tidak menguntungkan, jadi seharusnya pemerintah mencari satelit yang lebih murah. Jika ada teknologi telekomunikasi lain yang lebih murah dari satelit, mungkin pemerintah dapat mempertimbangkan itu. Jika ada skema sewa dan tidak perlu membayar availability payment yang memberatkan setiap tahun, perlu dipertimbangkan. Jangan sampai karena satelitnya mahal, nantinya yang akan terbebani adalah masyarakat di daerah tersebut. Jangan sampai operasional penyelenggaraan telekomunikasi di daerah 3T nantinya akan menguras APBN,” terang Uchok. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.