Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Indikasi Serangan Saluran Pernapasan
Waspadai Hypoxemia, Segera Larikan Ke RS
Kamis, 17 September 2020 05:39 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Dokter Spesialis Paru Erlina Burhan menjelaskan, happy hypoxia merupakan gejala yang hanya dialami pasien Covid-19. Masyarakat diminta jangan sampai terlambat mengatasi gejala tersebut.
Erlina mengatakan, happy hypoxia bukanlah bentuk penyakit tersendiri. “Happy hypoxia tidak menular. Karena itu kondisi beberapa pasien Covid-19,” kata Erlina saat diskusi di BNPB, Jakarta, kemarin.
Happy hypoxia atau hypoxemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan oksigen dalam darah. Biasanya terjadi pada pasien Covid-19 dengan gejala demam, batuk dan pusing.
Salah satu gejalanya adalah batuk menetap, tubuh yang merasa semakin lemas serta warna bibir atau ujung jari yang mulai membiru. Apabila gejala sudah sampai pada tahap warna bibir dan ujung jari membiru, Erlina mengatakan, itu adalah indikasi saturasi oksigen semakin menurun.
Baca juga : Pangandaran Panen Padi Bebas Residu, Harga Lebih Menguntungkan
Tak ada jalan lain supaya segera dilarikan ke rumah sakit, karena itu menunjukkan tanda kekurangan oksigen.
“Jangan tunggu sesak napas, karena happy hypoxia tidak ada sesak. Batuk, lemas, demam, gejala Covid-19 lainnya, sampai kesadaran menurun, makanya jangan sampai terlambat,” ungkapnya.
Happy hypoxia ini dapat terjadi lantaran kerusakan saraf yang mengantarkan sensor ke otak. Dalam kondisi normal, saraf akan memberitahu otak apabila darah kekurangan oksigen.
Sebab itu, otak akan memerintahkan untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Tapi, penderita tak merasakan sesak napas seperti orang yang mengalami kekurangan oksigen pada umumnya.
Baca juga : Ini 5 Lokasi Layanan SIM Keliling di Jakarta Hari Ini...
Hal ini bisa dilihat pada orang yang selesai berolahraga atau berkegiatan berat. Mereka cenderung bernapas dengan tersengal-sengal. Hal itu tak akan terjadi pada penderita Covid-19 yang mengalami happy hypoxia.
Infeksi virus yang luas akan menghambat sinyal tubuh untuk memberi tahu otak bahwa telah terjadi kekurangan oksigen. Karenanya, penderita terlihat mampu bernapas seperti biasa.
“Namun, ini tidak terjadi pada beberapa pasien Covid-19, karena pada kondisi itu terjadi kerusakan saraf yang mengantarkan sensor sesak ke otak sehingga otak tidak bisa mengenali ada kejadian kurang oksigen di darah,” ujarnya.
Untuk mencegah terjadinya happy hypoxia, tidak ada cara lain selain mendeteksinya melalui alat pengukur saturasi oksigen, yakni pulse oxymetry.
Baca juga : Pengembangan Kawasan Korporasi Pertanian Semakin Meluas
“Biasanya happy hypoxia tidak terdapat pada orang tanpa gejala. Biasanya pada orang bergejala, OTG (Orang Tanpa Gejala) jarang sekali happy hypoxia. Ini tidak terjadi juga pada orang yang terkena Covid-19, tapi ada peluang,” imbuhnya.
Erlina menambahkan, untuk menghindari happy hypoxia jangan sampai terpapar Covid-19, caranya pun sederhana. Terapkan protokol kesehatan. Dia mengimbau masyarakat memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. [DIR]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya