Dark/Light Mode

Peraturan Kejaksaan 15/2020 Diklaim Jadi Jawaban Suara Keadilan Rakyat

Kamis, 6 Agustus 2020 22:38 WIB
Gedung Kejaksaan Agung (Foto: Istimewa)
Gedung Kejaksaan Agung (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Peraturan ini diklaim sebagai jawaban atas suara keadilan di masyarakat dan berbagai problematika seperti penumpukan beban perkara di pengadilan dan dilematis over kapasitas di pengadilan.

Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Sunarta menyampaikan, selama berpuluh-puluh tahun, kejaksaan mengalami dilema dalam proses penegakan hukum dan sistem peradilan. Mulai dari perkara kecil yang harus dibawa ke meja hijau, perkara dengan kerugian kecil, hingga keinginan korban yang ingin berdamai namun terbelenggu peraturan berlaku. Dengan Peraturan yang baru, semua itu dapat diatasi secara baik dan lebih mudah.

Baca juga : Pengamat: RUU Cipta Kerja Jadi Pengaman Buat Pencari Kerja Baru

“Para jaksa di seluruh Tanah Air bangga rasanya kami menerbitkan suatu regulasi yang menenangkan perasaan keadilan masyarakat. Setelah, berpuluh-puluh tahun, kita harus membawa perkara kecil ke pengadilan, perkara yang tidak besar kerugiannya, atau menyaksikan bapak-bapak atau ibu-ibu sepuh, memasuki ruang sidang pengadilan yang mungkin harus dipapah,” kata Sunarta saat menjadi keynote speech di Bimtek Virtual Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kamis (6/8).

Sunarta mengemukakan, pendekatan keadilan saat ini telah bergeser. Hal itu terlihat dari bagaimana kritikan masyarakat saat kejaksaan membawa kasus Nenek Minah ke pengadilan karena mencuri tiga biji kakao. Atau perkara Rasminah, asisten rumah tangga yang mencuri 6 piring dan Kakek Samirin di Simalungun, yang mencuri getah karet seberat 1,9 kilogram dan dengan harga Rp 17.000 kemudian didakwa dengan UU Perkebunan. 

Baca juga : Relawan Siaga Bantu Korban Kebakaran di Paseban Jakarta

Kasus-kasus seperti ini, kata Sunarta, tidak pantas dibawa ke pengadilan. “Mereka akan kehilangan pekerjaan mereka, apalagi kesempatan untuk memberi makan anak dan istri yang mereka tinggalkan di rumah. Sampai perkara diputus, akan ada banyak kerugian, yang apabila dianalisis secara ekonomi, maka kerugian yang timbul itu, dibandingkan dengan keuntungan dalam penegakan hukum, sangat tidak efisien,” imbuh Sunarta.

Mengutip Prof Satjipto Rahardjo, Sunarta menuturkan bahwa hukum buatan manusia seharusnya tidak mereduksi kemuliaan dan hormat sebatas yang dikatakan dalam undang-undang. Sunarta menceritakan lahirnya Peraturan Kejaksaan 15/2020 tak lepas dari berbagai kritikan segenap lapisan masyarakat itu terhadap penanganan perkara Nenek Minah dan lainnya. Kritikan itu membuat Jaksa Agung merasa sudah saatnya Penuntut Umum menangkap suara keadilan di masyarakat dan menerapkan penghentian penuntutan terhadap perkara-perkara yang tidak layak di bawa ke pengadilan.   

Baca juga : Menkumham Ingatkan Jajaran Gunakan Anggaran Demi Kepentingan Rakyat

“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya,” tukasnya. [FAQ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.