Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Penjelasan Pakar Intelijen Mengenai Akurasi Tes dan Keikutsertaan BIN Tangani Covid-19

Senin, 28 September 2020 08:42 WIB
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati (Foto: Istimewa)
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati memberikan penjelasan mengenai keikutsertaan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penanganan pandemi Covid-19. Nuning, sapaan akrab Susaningtyas, memaparkan secara gamblang mulai dari masalah akurasi hasil tes, pelaporan, hingga kewenangan BIN dalam penanganan Covid-19.
 
Pertama, terkait masalah akurasi hasil tes. Nuning menjelaskan, dalam melakukan proses uji spesimen, laboratorium BIN menggunakan 2 jenis mesin Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), yaitu jenis Qiagen dari Jerman dan jenis Thermo Scientific dari Amerika Serikat. Mesin-mesin itu memiliki sertifikat Lab BSL-2 yang telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium, telah dilakukan proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi internasional, World Bio Haztec (Singapura) serta melakukan kerja sama dengan LBM Eijkman untuk standar hasil tes. “Sehingga layak digunakan untuk RT-PCR yang sesuai standar,” jelas Nuning, Senin (28/9).
 
Menurut mantan anggota Komisi I DPR ini, BIN menerapkan ambang batas standar hasil PCR test yang lebih tinggi dibandingkan institusi/lembaga lain. Hal ini tercermin dari nilai CT QPCR (ambang batas bawah 35, namun untuk mencegah orang tanpa gejala/OTG lolos screening BIN menaikkan menjadi 40) termasuk melakukan uji validitas melalui triangulasi 3 jenis gen yaitu RNP/IC, N dan ORF1ab.
 
Nuning menambahkan, Dewan Analis Strategis Medical Intelligence BIN, termasuk jaringan intelijen di WHO menjelaskan fenomena hasil tes swab positif menjadi negatif bukan hal yang baru. Fenomena ini disebabkan tiga hal. 
 
Pertama, RNA/protein yang tersisa (jasad renik virus) sudah sangat sedikit bahkan mendekati hilang pada threshold sehingga tidak terdeteksi lagi. “Apalagi subjek tanpa gejala klinis dan dites pada hari yang berbeda. OTG/asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut,” jelasnya.
 
Kedua, terjadi bias pra-analitik yaitu pengambilan sampel dilakukan oleh 2 orang berbeda, dengan kualitas pelatihan berbeda dan SOP berbeda pada laboratorium yang berbeda. Sehingga sampel Swab sel yang berisi Covid tidak terambil atau terkontaminasi.
 
Ketiga, sensitivitas reagen dapat berbeda terutama untuk pasien yang nilai CQ/CT-nya sudah mendekati 40. Dalam kaitan ini, BIN menggunakan reagen perkin elmer (USA), A-Star Fortitude (Singapura), Wuhan Easy Diag (China). Reagen ini lebih tinggi standar dan sensitivitasnya terhadap Strain Covid-19 dibandingkan merk lain seperti Genolution (Korea) dan Liferiver (China) yang digunakan beberapa rumah sakit.
 
“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi perbedaan uji Swab antara lain adalah kondisi peralatan, waktu pengujian, kondisi pasien, dan kualitas test kit. BIN menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan adalah gold standard dalam pengujian sampel Covid-19. Kasus false positive dan false negative sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, China, dan Swedia,” jelas peraih gelar doktor bidang intelijen ini.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.