Dark/Light Mode

Optimalisasi Pasukan Khusus TNI Diperlukan Dalam Hadapi Kompleksitas Ancaman Keamanan Nasional

Rabu, 21 Oktober 2020 18:28 WIB
Rektor UNHAN Laksdya TNI Amarulla Octavian (Foto: Dok. UNHAN)
Rektor UNHAN Laksdya TNI Amarulla Octavian (Foto: Dok. UNHAN)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rektor Universitas Pertahanan (UNHAN), Laksamana Madya (Laksdya) TNI Amarulla Octavian menyatakan, perkembangan Revolusi Industri 4.0, ancaman senjata nuklir, biologi, dan kimia (nubika), serta perang siber menuntut optimalisasi kemampuan TNI, khususnya pasukan khusus, dalam mendeteksi dan menghadapi kompleksitas ancaman keamanan nasional. Secara khusus, ia menyoroti kemungkinan besar ancaman ke depan seperti Covid-19 yang digunakan sebagai senjata biologi, serta ancaman siber seperti bom elektronik yang dapat memadamkan listrik lebih dari 24 jam. Kemungkinan ini perlu diwaspadai.

Hal itu disampaikan Octavian dalam acara Webinar Seri Kelima bertajuk “Pasukan Elite Tiga Matra dan Empat Pilar MPR”, Rabu (21/10). Webinar diselenggarakan Indonesia Peace & Conflict Resolution Association (IPCRA) dan Ikatan Alumni UNHAN.

Octavian menjelaskan, sifat operasi khusus di abad 21 sangat luas, serta terbagi menjadi spektrum masa damai dan masa perang. Pada masa damai, pasukan khusus dapat dioperasikan untuk bantuan kemanusiaan, mengatasi terorisme hingga operasi khusus seperti peperangan hibrida. Seiring dengan luas spektrum operasi khusus tersebut. “Maka, pasukan khusus ke depan tidak hanya menjadi instrumen militer, namun juga politik dan diplomasi, beroperasi di arena internasional, serta sebagai kekuatan awal dalam menghadapi ancaman militer, non-militer dan hibrida,” jelas perwira tinggi bergelar doktor ini. 

Baca juga : Bamsoet: Peran TNI Dibutuhkan Hadapi Resesi dan Pandemi Covid-19

Selaras dengan itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menuturkan, peningkatan kapasitas pasukan khusus harus menjadi sebuah upaya yang berkesinambungan. Sebab, berbaurnya ancaman militer dan non militer mendorong terciptanya dilema geopolitik dan geostrategis global yang sulit diprediksi dan diantisipasi. 

Konsepsi mengenai ancaman keamanan nasional telah mengalami pergeseran, ketika ancaman keamanan nasional tidak hanya dalam bentuk konvensional, namun juga non-konvensional yang bersifat kompleks, multidimensional, serta berdimensi ideologis yang hadir. Antara lain dengan berkembangnya sikap intoleran, tumbuhnya radikalisme dan terorisme, munculnya sikap disintegrasi hingga separatisme, serta berbagai bentuk ancaman lainnya yang menggerus sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 

Sementara, Danjen Kopassus Mayjen TNI M Hasan menyatakan, Kopassus dibutuhkan sebagai satuan pemukul yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas tinggi dengan bertujuan untuk mengubah perimbangan strategis. Dia memastikan, Kopassus selalu siap digerakkan dalam menghadapi ancaman militer, non militer dan hibrida, serta potensi ancaman saat ini, yaitu Covid-19, krisis ekonomi, perang siber, media sosial, perang nubika, bencana alam, proxy war, terorisme, narkoba, dan ideologi.

Baca juga : Literasi Bukan Seremoni, Perlu Komitmen dan Karya Nyata

Lebih lanjut, strategi Kopassus dalam menghadapi kompleksitas ancaman tersebut adalah dengan mewujudkan Kopassus yang adaptif, fleksibel, modern dan tangguh dengan pembangunan postur Kopassus yang highly prepared, highly trained, highly equipped dan highly supported. “Secara khusus, dalam menghadapi ancaman terorisme, Kopassus sudah melakukan sejak tahun 1981 dan telah diakui oleh dunia. Untuk itu, dari sisi kemampuan dan pengalaman, Kopassus mampu dan siap dalam mengatasi aksi terorisme, namun perlu adanya payung hukum berupa peraturan presiden yang sedang dirancang saat ini,” kata perwira tinggi lulusan akademi militer angkatan 1993, ini. 

Dankormar Mayjen TNI (Mar) Suhartono menjelaskan, latar belakang pembentukan Denjaka adalah banyaknya objek vital nasional berada di daerah pantai dan lepas pantai. Secara khusus, ia juga menyoroti latar belakang meningkatnya ancaman terorisme internasional, perlunya penanggulangan teror aspek laut, serta belum terbentuknya kesenjataan yang menangani secara khusus terhadap penanggulangan terorisme di laut. Untuk itu, ia berharap perpres yang mengatur pelibatan TNI dalam menanggulangi terorisme dapat segera selesai sesuai dengan amanat undang-undang. 

Lebih lanjut, Dankorpaskhas, Marsda TNI Eris Widodo menyatakan, sesuai Pidato Presiden RI, Joko Widodo, pada peringatan HUT TNI Ke-75 di Istana Negara, ketika berbicara ancaman hibrida, maka dapat muncul ancaman konvensional dan nonkonvensional. Ketika ancaman tersebut masuk kepada perang hibrida, maka cara berperang menjadi demasifikasi, yaitu pelibatan unit kecil, teknologi persenjataan yang presisi, serta perang drone. Untuk itu, peran pasukan khusus dengan misi khusus yang memiliki keunggulan kecepatan dan fleksibilitas menjadi penting dan relevan dalam aspek penangkal, penindak dan pemulih ancaman tersebut. 

Baca juga : Pacu Stabilisasi Perunggasan Dengan Implementasi Pola Kemitraan

Sebagai penyelenggara Webinar, Ketua IPCRA, Bonar Nasution, mengatakan, selain untuk memperingati HUT ke-75 TNI, kegiatan ini bertujuan untuk membuka wawasan publik mengenai peran strategis TNI, khususnya pasukan elite dari tiga matra, dalam menghadapi kompleksitas ancaman keamanan nasional ke depan. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.