Dark/Light Mode

Peneliti CIPS : Perlu Dievaluasi, Perizinan Impor Pangan Rentan Pelanggaran

Kamis, 5 November 2020 08:17 WIB
Ilustrasi. (Istimewa)
Ilustrasi. (Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah perlu mengevaluasi sistem perizinan impor pangan. Evaluasi ini penting karena sistem perizinan yang ada dinilai rentan terhadap pelanggaran, misalnya pada kuota dan proses perizinan yang tidak transparan.

Hal ini disampaikan Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta. Felippa menjelaskan, implementasi sistem perizinan impor non-otomatis dapat berdampak pada tertundanya proses perizinan impor yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan pasokan dan meroketnya harga di pasar.

Karena izin impor pangan dan pertanian masih bergantung pada kebijakan dan koordinasi antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian, prosesnya seringkali menghabiskan waktu yang lama.

Pengurusan perizinan impor yang memakan waktu itu menghilangkan momentum yang strategis bagi importir untuk mengimpor, yaitu di saat harga di pasar internasional sedang murah.

Baca juga : Dukungan Menguat, Biden Makin Tinggalkan Trump...

Bahkan karena keterlambatan, saat komoditas yang diimpor sampai ke Tanah Air, malah bisa bersamaan dengan masa panen sehingga akhirnya merugikan petani.

“Pengurusan izin impor yang berlarut-larut juga berpotensi menimbulkan biaya tambahan yang nantinya dikhawatirkan akan berdampak pada harga jual komoditas tersebut. Lagi-lagi konsumen yang akan dirugikan,” jelasnya.

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan bahwa penundaan penerbitan izin impor telah menyebabkan harga bawang putih di DKI Jakarta melonjak dari Rp40.000 per kilogram pada Januari menjadi Rp70.000 per kilogram pada Februari 2020.

KPPU juga menyebut kalau hal ini biasa terjadi pada triwulan pertama setiap tahun ketika izin impor biasanya diterbitkan.

Baca juga : PP Pertina Siap Latih Tanding Petinju Pelatnas Dengan Petinju Pelatda

KPPU juga melaporkan, karena Kementerian Perdagangan terlambat memberikan izin impor, harga gula dalam negeri melonjak hingga 240 persen dan 260 persen di atas harga gula internasional pada April dan Mei 2020 berdasarkan data International Sugar Organization.

Pada akhirnya konsumen mengalami kerugian akibat penundaan yang tidak perlu.

Felippa menilai, impor merupakan sebuah instrumen untuk menjaga ketersediaan pasokan dan menjaga kestabilan harga.

Impor yang efektif kata dia, tentu idealnya harus dilakukan dengan cepat supaya komoditas yang diimpor bisa memberikan dampak yang diharapkan di waktu yang tepat.

Baca juga : Pevita Pearce, Liburan Bareng Mantan Maudy

"Misalnya dilakukan jauh hari sebelum petani masuk masa panen, sehingga hasil panen petani tetap bisa terserap secara maksimal oleh pasar,” tambahnya.

Jumlah kuota impor yang tersedia juga seringkali tidak diinformasikan secara jelas. Ketidaktransparanan ini membuka celah untuk pelanggaran, misalnya saja perilaku mencari rente dan korupsi.

Perilaku rente dan korupsi pada impor pangan sudah menggiring beberapa nama besar ke dalam penjara.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.