Dark/Light Mode

Soal Penembakan 6 Anggota FPI, Ini Pendapat Ketua SETARA Institute

Senin, 7 Desember 2020 21:17 WIB
Ketua SETARA Institute Hendardi (Foto: Istimewa)
Ketua SETARA Institute Hendardi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua SETARA Institute Hendardi angkat bicara mengenai terjadinya penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh Polisi yang sedang bertugas. Hendardi memberikan penjelasan secara gamblang.

Hendardi memulai bicara dengan upaya Polri menegakkan hukum atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang mengiringi kepulangan dan rangkaian kegiatan Rizieq Shihab, November lalu. Menurut Hendardi, upaya Polri itu kini memasuki babak baru yang terus menyedot perhatian publik.

Hendradi menilai, ada keengganan Rizieq menghadiri panggilan Polri dan menghalang-halangi anggota Polri menjalankan tugasnya (obstruction of justice). “MRS (Rizieq Shihab) juga menyebarkan kecemasan baru potensi penyebaran Covid-19 dengan keluar dari Rumah Sakit UMMI dengan kondisi yang belum jelas, apakah positif atau negatif Covid-19,” ucap Hendardi, dalam keterangan yang diterima redaksi, Senin (7/12).

Baca juga : Wayan Sudirta: Polisi Pasti Punya Cukup Alasan

Hendardi kemudian bicara mengenai adanya penembakan terhadap 6 FPI oleh anggota Polri pada Senin (7/12) dini hari. Dia menyebut, penembakan ini menjadi kontroversi baru. “Dari pihak Polri, memaparkan alasan objektif adanya ancaman jiwa anggota Polisi,” ucapnya.

Di sisi lain, lanjut Hendardi, penggunaan senjata api oleh Polri dalam mengatasi peristiwa tertentu, tetap harus mengacu pada prosedur-prosedur yang ketat dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.

“Tertembaknya 6 orang warga sipil tentu menjadi keprihatinan dan tidak seharusnya terjadi. Tetapi, jika betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya adalah senjata milik anggota FPI, pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima,” ucapnya.

Baca juga : Fokus Peningkatan Kapasitas, Pendamping Desa Tak Akan Ditambah

Namun demikian, untuk memenuhi standar yang diterapkan dalam Perkap 8/2009 tersebut, Polri harus melakukan evaluasi pemakaian senjata api oleh anggotanya. Kapolri dapat memerintahkan Divisi Pengamanan Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk melakukan evaluasi atas fakta-fakta yang menjadi alasan pembenar penggunaan senjata api.

Pada saat yang bersamaan, lanjut Hendardi, SETARA Institute mendorong agar Rizieq kooperatif memenuhi panggilan Polri dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Termasuk kasus-kasus lain yang mangkrak dan melibatkan dirinya sebelum menetap di Arab Saudi. 

SETARA Institute juga mengingatkan, jika benar senjata api yang ditunjukkan Polri adalah milik anggota FPI, mereka bukanlah syuhada. “Mereka telah memiliki senjata api secara ilegal dan ditujukan untuk menghalang-halangi penegakan hukum. Oleh karenanya, tindakan mereka merupakan kejahatan,” ucapnya.

Baca juga : BPJS Kesehatan: Penyesuaian Iuran Diiringi Peningkatan Kepuasan Peserta Dan Fasilitas

Paralel dengan upaya evaluasi Polri, SETARA Institute mendorong Polri terus melakukan tindakan hukum yang tegas, terukur, dan akuntabel menangani berbagai tindak pidana. “Episode pasca kepulangan MRS adalah ujian bagi Polri untuk menegakkan hukum,” tutupnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.