Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Baliho

Selasa, 8 Desember 2020 12:22 WIB
Tantan Hermansah
Tantan Hermansah

RM.id  Rakyat Merdeka - Minggu-minggu lalu publik sempat dibuat heboh oleh baliho. Bisa dikatakan bahwa baliho ini menyerap energi sosial yang cukup banyak. Beragam narasi berseliweran pada berbagai platform media. Makna-makna berhamburan dan dikontestasikan memberikan penjelasan.

Lalu, bagaimana publik memaknai baliho dan mengapa bisa membuat resonansi yang cukup besar dan menyita perhatian?

Baliho bisa memberikan makna yang berbeda-beda bagi setiap orang. Apalagi secara teknis saat ini, proses teknis membuat baliho sangat mudah. Percetakan ada di mana-mana. Desainer baliho dan bahan baku pun tersedia cukup banyak. Untuk kontennya sendiri pun cukup banyak tersedia di dunia maya.

Baca juga : Berdamai

Maka dari aspek produksi, membuat baliho bisa dikatakan cukup mudah dilakukan oleh siapapun. Tinggal pesan yang ingin disampaikan di baliho itu apa, semua berpulang kepada subyek yang memproduksinya.

Baliho adalah wujud produksi simbolik, serta merupakan upaya reproduksi pikiran yang ditransformasikan dalam sebuah media. Setiap orang memang bisa memosisikan penafsirannya berbeda-beda, tetap saja intinya adalah mengkomunikasikan sesuatu.

Spanduk atau baliho merupakan bagian dari sistem budaya advertising. Jangan dikira ketika sebuah baliho berdiri, kita hanya melihat gambar. Ada jutaan makna yang ingin disampaikan dalam advertising tersebut.

Baca juga : Alih Profesi

Advertising adalah metode lain dalam memberikan pencerahan (enlightening) masyarakat. Melalui papan reklame tersebut, sebuah pesan dari suatu produk disampaikan berulang-ulang kepada massa. Semakin lama sebuah reklame bertahan, maka makna yang dihasilkannya pun lebih dalam.

Respon atas sebuah papan reklame dari publik, bisa dibaca secara semiotik. Ilmu yang membicarakan tentang makna pada suatu tanda ini, bisa memberikan kita pencerahan mengapa sebuah baliho begitu bermakna bagi seseorang atau sekelompok orang.

Ada tiga makna yang bisa dipergunakan untuk membaca suatu simbol, yakni: Denotatif, Konotatif, dan Mitos. Teori ini dikonstruksi oleh Roland Barthes (1915-1980), di mana jika dikaitkan dengan eksistensi baliho bisa diinterprestasikan sebagai berikut:
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.