Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

KPK Panggil Eks Komut dan Eks Komisaris PT DI

Rabu, 16 Desember 2020 11:19 WIB
Plt Jubir KPK Ali Fikri (Foto: Tedy O Kroen/RM)
Plt Jubir KPK Ali Fikri (Foto: Tedy O Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang eks Komisaris Utama (Komut) dan seorang eks Komisaris Independen PT Dirgantara Indonesia (DI). Pemanggilan dilakukan dalam lanjutan penyidikan kasus korupsi pemasaran dan penjualan di PT DI.

Mereka adalah Komut PT DI tahun 2015-2017 Bambang Wahyudi, Komut PT DI tahun 2018 Yuyu Sutisna, dan Komisaris Independen PT DI tahun 2013-2015 Bambang Wahyudi. "Para saksi kasus dugaan korupsi pengadaan dalam penjualan dan pemasaran PT DI ini diperiksa untuk tersangka BS di Polrestabes Bandung," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, lewat pesan singkat, Rabu (16/12).

Sehari sebelumnya, KPK juga memanggil beberapa para eks komisaris PT DI. Yang datang, Komisaris PT DI tahun 2013-2014 Slamet Senoadji, Komisaris Utama PT DI tahun 2013-2015 Ida Bagus Putu Dunia, serta satu saksi lainnya, yakni Kadiv Perbendaharaan PT DI Dedy Iriandy.

Baca juga : Panggil Tiga Saksi, KPK Telusuri Aliran Duit Korupsi PT DI

Dari ketiganya, penyidik mendalami aliran uang korupsi penjualan dan pemasaran PT DI. "Ketiga saksi didalami pengetahuannya mengenai dugaan persetujuan dilaksanakannya kerjasama PT DI dengan pihak mitra penjualan dan dugaan aliran sejumlah uang ke berbagai pihak," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Selasa (15/12) malam.

Sementara, dua saksi lain yang dijadwalkan diperiksa kemarin, yakni Komut PT DI tahun 2008-2011 Subandrio dan Komut PT DI tahun 2012-2013 Binsar H Simanjuntak, tidak hadir tanpa keterangan. "Keduanya akan dilakukan pemanggilan kembali," terang Ali.

Dalam kasus ini, KPK awalnya menetapkan dua tersangka, yakni Dirut PT DI Budi Santoso dan eks Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zaini. Budi dan Irzal kini sedang menjalani persidangan di PN Tipikor Bandung.

Baca juga : Mantan Komut dan Komisaris PT DI Dipanggil KPK

Kemudian, komisi pimpinan Firli Bahuri cs menetapkan empat tersangka lagi. Keempatnya adalah eks Direktur Aerostructure PT DI yang juga Dirut PT PAL Budiman Saleh, bekas Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Arie Wibowo, Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana, dan Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata. Keenam tersangka itu menerima aliran dana dari praktik rasuah tersebut. Rinciannya, Budi menerima Rp 2 miliar, Irzal Rp 13 miliar, Budiman Rp 686 juta, Arie Rp 9,1 miliar, Didi Rp 10,8 miliar, dan Ferry Rp 1,9 miliar.

Pada 2008 hingga 2016, Irzal yang masih menjabat sebagai Direktur Aircraft Integration dan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah, telah menandatangani setidaknya 46 berita acara negosiasi. Namun, berita acara tersebut diduga palsu karena tidak adanya bukti proses negosiasi dengan pihak perusahaan mitra penjualan. Budi, meski mengetahui hal itu fiktif, tetap membuat surat kuasa kepada Direktur Niaga dan Restrukturisasi Budiman Saleh, Direktur Aircraft Integration Budi Wuraskito, Vice President Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) Eddy Gunawan, serta Kepala Divisi Perbendaharaan Muhammad Fikri untuk menjadi pihak yang mewakili PT DI.

Mereka diminta menandatangani kontrak mitra penjualan dengan PT Angkasa Mitra Karya (PT AMK), PT Bumiloka Tegar Perkasa (PT BTP), PT Abadi Sentosa Perkasa (PT ASP), PT Penta Mitra Abadi (PT PMA), PT Niaga Putra Bangsa (PT NPB), serta PT Selaras Bangun Usaha (PT SBU). Budi juga memberikan persetujuan kepada Eddy Gunawan untuk menandatangani perjanjian dengan mitra penjualan. Walaupun, mitra penjualan tidak melakukan pekerjaannya.

Baca juga : KPK Gagal Cabut Hak Politik Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), perbuatan para tersangka ini mengakibatkan negara mengalami kerugian Rp 202 miliar plus USD 8,65 juta atau setara Rp 126,6 miliar. Mereka dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.