Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

5 Tahun Tersangka, Baru Kemarin Ditahan

Lino Yang Kuat, Apa KPK Lemah

Sabtu, 27 Maret 2021 06:17 WIB
Mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino mengenakan rompi oranye menuju ruang tahanan, usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021). Lino mengaku senang. (Foto: Tedy Kroen/RM)
Mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino mengenakan rompi oranye menuju ruang tahanan, usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021). Lino mengaku senang. (Foto: Tedy Kroen/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Setelah lima tahun ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC), eks Dirut PT Pelindo II, RJ Lino akhirnya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan yang sampai memakan waktu lima tahun ini menimbulkan pertanyaan. Apa karena Lino kuat atau KPK yang lemah.

Kemarin, Lino dipanggil KPK lagi. Penyidik lembaga antirasuah itu, kembali memeriksa Lino soal dugaan korupsi pengadaan QCC di PT Pelindo II. Lino datang sekitar pukul 10 pagi. Lino yang jaket berwarna hitam itu, langsung memasuki Gedung KPK. mengenakan kemeja putih dilapisi

Setelah diperiksa beberapa jam, Lino pun keluar dengan tangan terborgol dan mengenakan rompi orange. Sambil menenteng sebuah tas, Lino dikawal petugas KPK memasuki mobil untuk dibawa ke rumah tahanan KPK.

Baca juga : Ditahan Setelah 5 Tahun Jadi Tersangka, RJ Lino Senang

Lino sebenarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 15 Desember 2015. Dia disangkakan melanggar UU Tipikor karena menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain, atau korporasi dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II pada 2010.

Namun, dia tidak ditahan. Kenapa KPK baru menahan Lino setelah lima tahun jadi tersangka? Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, proses penyidikan kasus ini memakan waktu lama karena terkendala perhitungan kerugian negara. Di satu sisi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menuntut tetap ada dokumen atau data yang dibutuhkan dalam penghitungan kerugian negara. Sementara di sisi lain, penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC yang dijual PT Wuxi HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd (HDHM) dari China, atau setidaknya harga pembanding.

“Kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara,” ujar Alex, dalam konferensi pers di Gedung KPK, kemarin.

Baca juga : 5 Tahun Jadi Tersangka, Mantan Dirut Pelindo II RJ Lino Ditahan KPK

Pimpinan KPK periode sebelumnya, Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif, sudah berupaya meminta dokumen atau harga pembanding QCC itu kepada pemerintah China melalui Kedutaan Besar (Kedubes) China.

“Tahun 2018, pak Laode dan pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu menteri atau jaksa agung. Tapi pada saat terakhir ketika mau bertemu, dibatalkan,” tuturnya.

Meski tak mendapatkan dokumen harga atau harga pembanding, KPK tetap meminta BPK melakukan penghitungan kerugian negara. Lembaga audit negara itu hanya bisa menemukan kerugian dalam pemeliharaan tiga QCC itu sebesar 22.828,94 dolar AS atau setara Rp 317 juta, dalam kurs saat ini.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.