Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
Buru Aset Keluarga Soeharto
Pemerintah Tak Berhenti Di TMII
Minggu, 18 April 2021 06:50 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Perburuan aset-aset negara yang dikelola keluarga Presiden ke-2 Soeharto ternyata tak berhenti sampai di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di bawah komando Menteri Sekretaris Negara Pratikno, pemerintah terus mengejar aset-aset lain yang dimiliki keluarga penguasa Orde Baru itu.
Melalui tangan dingin Pratikno, TMII telah resmi berganti pengelolaan dari Yayasan Harapan Kita (YHK) ke negara. Penandaan itu dimulai sejak plang putih terpasang rapi di TMII pada 8 April 2021 lalu.
“Taman Mini Indonesia Indah Dalam Penguasaan Dan Pengelolaan Kemensetneg,” begitu tulisan pada plang tersebut.
Baca juga : Mahfud MD: Agama Dapat Menerima Berbagai Sistem Pemerintahan
Setelah TMII, ada dua lagi aset negara yang masih dikuasai keluarga Cendana. Yakni, Gedung Granadi dan vila di kawasan Mega Mendung, Puncak, Bogor Jawa Barat. Keduanya milik Yayasan Supersemar yang didirikan oleh Soeharto. Namun harus disita negara pada 2018 karena terkait kasus hukum penyelewengan duit negara.
“Selanjutnya yang Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN (Barang Milik Negara) dikelola DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu),” kata Direktur Barang Milik Negara (BMN) DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan dalam konferensi secara daring, Jumat (16/4).
la menuturkan, Kemenkeu merupakan pengelola barang atas aset-aset yang disita negara. Sementara pengguna barang adalah kementerian atau lembaga terkait yang mengambil alih. Seperti halnya TMII diambil alih Kemensetneg.
Baca juga : Dukung Larangan Mudik, Wanita Emas Dorong Pemerintah Tegas Seperti Singapura
“Sepanjang BMN apapun juga ada pengelolanya, jadi kalau itu sudah jadi barang milik negara, pasti dikelola untuk DJKN,” sebut dia.
Alasan pengambilalihan ketiganya beragam. Kalau TMII karena tidak setor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Penerimaan negara kan ada dua, pajak dan non pajak. Kalau pajak mereka bayar pajak, tapi kalau PNBP memang selama ini belum ada,” lanjutnya.
Alasan TMII tak pernah bayar PNBP dikarenakan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang pengelolaan TMII yang dilakukan YHK belum diatur bagaimana PNBP tersebut. Dengan beralihnya pengelolaan, diharapkan aset milik negara itu dapat berkontribusi menghasilkan PNBP.
Baca juga : Bamsoet Buka Kejuarnas Seri-1 Sprint Rally Tropical Tanjung Lesung 2021
“Jadi sekarang kita harus jelas kalau BMN digunakan, dimanfaatkan oleh pihak lain apalagi pengusaha itu harus ada kontribusi tetapnya, profit sharing-nya,” jelas Encep.
Sementara, pengambilalihan Granadi setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melakukan penyitaan terhadap aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Termasuk di dalamnya vila di Mega Mendung. Nah, Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Kata Encep, barang yang sudah disita oleh negara itu otomatis menjadi BMN dan dikelola oleh pemerintah. “Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN,” bebernya.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya