Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tenang, Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Tak Batasi Kebebasan Berekspresi

Sabtu, 12 Juni 2021 16:06 WIB
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji. (Foto: Ist)
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji meyakini, pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang termuat dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak membatasi kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.

Keyakinan itu timbul lantaran pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP bersifat delik aduan. Artinya, hanya dapat diproses ketika diadukan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, terdapat pengecualian, jika disampaikan demi dan alasan kepentingan umum dan untuk membela diri.

"Ketentuan ini tidak membatasi kebebasan berekspresi sebagai jaminan konstitusi," ujar Indriyanto kepada wartawan, Sabtu (12/6/2021).

Baca juga : Pak Jokowi Bilang: Saya Sering Dihina, Tapi Tak Pernah Ngadu

Dikatakan, bentuk Delik Aduan dan sifat eksepsionalitas atas pasal ini menjadi filter netral yang moderat untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, juga tetap menjaga kebebasan individu dalam berekspresi.

"Filter moderat inilah yang menunjukan bahwa ketentuan atau pasal ini tetap dalam batas-batas constitutional obedience," jelas mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini. 

Indriyanto menerangkan, pasal penghinaan terhadap Kepala Negara ini sebenarnya termuat Pasal 111 WvS (KUHP Belanda). Juga terkait dengan Pasal Penghinaan yang ada pada Indian Penal Code.

Baca juga : Pasal Penghinaan Presiden Di RKUHP, Menkumham: Untuk Jaga Peradaban

Dalam WvS dan Indian Penal Code, penghinaan ini dimaknai sebagai Formeele Beleidiging atau penghinaan formil yang ucap kata dalam bentuk Hatred, Ridicule, Contempt. Biasanya dilakukan secara tidak konstruktif, tidak zakelijk, kasar dan tidak sopan, serta tidak obyektif.

"Jadi memang dengan tetap menghargai prinsip demokrasi dengan karakter kebebasan berekspresi ini, maka aturan penghinaan pada RKUHP ini berlainan dengan KUHP lama. RKUHP tentang aturan penghinaan ini memberikan jaminan kebebasan berekspresi bercorak demokratis," tutur Indriyanto.

Pengajar Program Pascasarjana UI bidang studi Ilmu Hukum itu mengingatkan, hukum pidana sangat dinamis. Selain melindungi setiap individu, juga melindungi Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol negara yang patut dihormati, dijaga harkat dan martabatnya.

Baca juga : Transformasi Digital Industri Olahraga dan Peningkatan Prestasi Harus Beriringan

Dengan demikian, sudah sepatutnya ketentuan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tetap harus dipertahankan, meskipun MK telah menyatakan, pasal KUHP yang mengatur hal yang sama dinyatakan tidak sah melalui putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dan No. 6/PUU-V/2007, di mana, MK mencabut Pasal 134, 136 bis, 137 dan Pasal 154-155 KUHP tentang penghinaan presiden dan pemerintah.

"Penghinaan terhadap harkat martabat kepala negara asing saja ditempatkan pengaturannya dalam RKUHP ini, sehingga sangat wajar untuk tetap mempertahankan ketentuan ini, khususnya kepada harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden di negara Pancasila," tutupnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.