Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Muhammadiyah Idul Fitri 31 Maret 2025, Tahun Depan Beralih Dari Hisab Ke KHGT
- Kemenag Resmikan Program Beasiswa Zakat, Dorong Mustahik Lebih Berdaya
- Penerbangan Di Bandara Heathrow Inggris Sudah Mulai Pulih
- Legenda Tinju Dunia Big George Meninggal Dalam Usia 76 Tahun
- Siapkan 30 Ribu Rumah Nakes, Menteri PKP Rajin Tebar Rumah Subsidi

RM.id Rakyat Merdeka - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menilai pembelahan politik di tengah masyarakat sebagai dari dampak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, tampaknya tidak akan selesai dan akan berlanjut di Pemilu 2024.
Hal ini tentu saja dapat mengganggu program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, terutama program vaksinasi untuk memberikan herd imunity di masyarakat.
"Saya cukup khawatir, bahwa situasi ini akan menciptakan bias kebijakan politik dan juga bias persepsi terhadap kebijakan-kebijakan politik di dalam penanganan pandemi Covid-19," kata Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik dalam keterangannya, Kamis (15/7/2021).
Kekhawatiran Mahfuz Sidik tersebut, disampaikannya saat menutup diskusi Gelora Talks dengan tema 'Pandemi Covid-19: Bagaimana Negara Bertahan & Menghadapi Perubahan Besar?' di Jakarta, Selasa (13/7/2021).
Baca juga : Menpora Ajak Pemuda Hadapi Persaingan Global Dengan Berwirausaha
Menurut Mahfuz, suasana pembelahan politik di Indonesia jauh berbeda dengan yang terjadi di Pilpres Amerika Serikat (AS). Pembelahan politik itu selesai saat Joe Biden terpilih sebagai presiden.
Rakyat AS pun mendukung program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, terutama vaksinasi.
"Tapi di Indonesia nampaknya berbeda, Pilres 2019 nggak pernah selesai dan bahkan suasana Pilpres 2024 sudah mulai ada asapnya. Judul kita di Indonesia 'Berjuang Melawan Pandemi Covid-19 di Tengah Pilpres yang tak kunjung Usai'," ujar Mahfuz.
Mahfuz lantas menyampaikan, hasil persepsi publik Lembaga Survei Median mengenai penanganan pandemi Covid-19.
Baca juga : Pergerakan Pekerja Tinggi, Anies Ingatkan Pengusaha Peduli Penanganan Covid-19
Dalam survei itu, terungkap hanya 51,1 persen masyarakat yang percaya dengan vaksin, dan 48,9 persen tidak percaya vaksin. Selanjutnya, sebanyak 51,8 persen yang sadar dengan resiko dan bahayanya Covid-19, sementara 48,2 persen tidak sadar dan takut resiko dan bahaya Covid-19.
"Jadi ini memang situasi yang rumit, ini bukan saja refleksi dari situasi pembelahan politik akibat Pilpres yang belum tuntas, tapi juga situasi disinformasi yang masih terus berlanjut. Hoaks tentang Covid-19 sering kali bercampur baur dengan berita-berita hoaks tentang polarisasi politik," katanya.
Mahfuz kemudian melanjutkan pemaparannya mengenai hasil survei Median. Berdasarkan basis pilihan politik, ternyata pendukung Jokowi (Joko Widodo) lebih banyak yang pro vaksin, mencapai 62,2 persen.
Sementara pendukung Prabowo (Prabowo Subianto) yang percaya vaksin cuma 35,7 persen.
Baca juga : Prabowo Pantau Kesiapan Penanganan Pasien Corona
"Ini data yang sangat menarik. Jadi kelihatannya kalau vaksinasi di Indonesia mau tuntas, bukan Pak Luhut (Luhut B Panjaitan), Menko Kemaritiman yang bicara. Tetapi harus Pak Jokowi dan Pak Prabowo duduk bareng bicara ke publik, bahwa vaksin itu kewajiban bagi kita semua," harap Mahfuz.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya