Dark/Light Mode

31 Persen Remaja Jakarta Kecanduan Internet, Tertinggi Di Dunia

Jumat, 30 Juli 2021 23:43 WIB
Kecanduan game online/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Kecanduan game online/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dokter spesialis kedokteran jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti mengungkapkan, sebesar 31,4 persen remaja di Jakarta mengalami kecanduan bermain internet. Dengan jumlah ini, tingkat kecanduan internet remaja Jakarta menjadi yang tertinggi di dunia.

“Ini adalah data penelitian sebelum Covid-19. Ada 31,4 persen remaja di Jakarta mengalami kecanduan di internet. Angka ini menjadi angka yang cukup tinggi di dunia. Jadi, masalah ini ternyata ada di Indonesia," kata Kristiana, dalam talkshow virtual “Lindungi Anak Dari Penyalahgunaan NAPZA”, Jumat (30/7), seperti dikutip Antara.

Kristiana menjelaskan, 91 persen anak mengakses internet di rumah. Dengan kondisi ini, seharusnya orang tua telah mengetahui bahwa anak tersebut telah mengalami kecanduan bermain internet.

Baca juga : OJK Pastikan Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil Di Masa Pandemi

“Pada remaja, 18,3 persen mengalami kecanduan internet. Jadi, satu dari lima orang mengalami kecanduan internet. Untuk dewasa muda, yang artinya berusia 18 tahun ke atas, itu adalah sekitar 15 persen,” bebernya.

Kristiana menerangkan, anak kecanduan bermain internet terutama game online, disebabkan merasa permainan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Pertama, ada kebutuhan otonomi. Di game online, anak bisa memilih avatarnya sendiri. 

Kedua, di games  dia bisa berkompetisi dan menang. Kemudian dia merasa diapresiasi. Ketiga, saat dia bermain games online, reward bisa secepatnya didapat.

Baca juga : Jasa Raharja Jakarta Gelar Vaksinasi Untuk Pengemudi Blue Bird

Kristiana menegaskan, agar anak tidak kecanduan bermain game, perlu ada apresiasi dari orang tua. Agar anak merasa diakui, merasa memiliki tempat, dan tidak lagi membutuhkan apresiasi dari dunia virtual.

Psikolog Ifa Hanifah Misbach mengatakan, saat anak tidak mendapatkan tempat baik di rumah atau di sekolah. Ketika mereka tidak dapat dukungan dan keunikannya tidak di apresiasi, anak akan mencari pergaulan yang bisa menerima dirinya.

“Intinya, ketika remaja tidak merasa sesuai dengan standar orang dewasa itu, pasti terdorong memilih kegiatan yang menantang buat dia,” kata Ifa, menjelaskan alasan bahayanya anak yang merasa kurang diapresiasi.

Baca juga : Sumbang 100 Ton Oksigen Cair Buat Jakarta, Chandra Asri Dipuji Anies

Ifa mengajak orang tua untuk menyadari bahwa remaja memiliki efek penumpukan emosi yang tidak tersalurkan. Sehingga anak remaja tidak hanya butuh disalurkan emosinya, tapi namun butuh untuk diledakkan. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.