Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Guru Besar Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Prof. Asep Warlan Yusuf mengamini fatwa Mahkamah Agung (MA) ihwal pelarangan Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak memenuhi aturan main UU BPK.
"Hal itu sangat penting untuk mencegah menimbulkan conflict of interest atau konflik kepentingan saat terpilih," ujar Asep, melalui keterangan tertulis, kepada RM.id, Sabtu (28/8).
Asep menyimpulkan, ketatanegaraan terkait objektifitas UU BPK tak perlu lagi ditafsir karena sudah final. Asumsinya, Pasal 13 huruf j Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK sudah jelas menyatakan bahwa calon anggota BPK minimal 2 tahun harus meninggalkan jabatan lama.
"Ada dua dalam penafsiran UU yakni subjektif dan objektif. Kalau objektif sudah jelas disebut minimal 2 tahun sebagai syarat formil ya harus dipatuhi oleh siapapun termasuk DPR," katanya.
Baca juga : Belum Ada Daerah Yang Sudah Vaksinasi 70 Persen
Menurut Asep, pembangkangan terhadap hukum lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR, selaku lembaga pembuat UU, harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap regulasi yang diciptakan sendiri.
Kelakarnya, percuma DPR melakukan fit and profer test terhadap calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat formil. Karena, seluruh putusan DPR yang didasarkan pada pelanggaran UU nantinya juga akan batal demi hukum.
Pelanggaran syarat formil, kata Asep, akan menjadi objek hukum Tata Usaha Negara (TUN) dan akan dibatalkan oleh pengadilan. Dampaknya tidak hanya administratf, tetapi ada akibat pidana karena kerugian negara yang harus membiayai ulang proses rekruitmen calon anggota BPK.
"Seluruh Anggota DPR yang terlibat dalam pelanggaran hukum bisa diproses secara hukum yang bisa berakibat pada pemecatan sebagai anggota DPR," pesannya.
Baca juga : JXB Gelar Sentra Vaksinasi, Target Seribu Dosis
Senada dengan Prof Asep, pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Dr. Dian Puji Simatupang mengatakan, DPR harus patuh dalam pelaksanaan UU BPK.
"Terserah DPR, MA kan sudah memberi pertimbangan. Tetapi sebaiknya DPR mengikuti aturan sesuai undang-undang yang ada," katanya.
Dian menjelaskan, pejabat pengelola keuangan negara itu adalah mereka yang berkedudukan dalam posisi pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, PPK, bendahara, dan pengawas internal. Bila calon anggota BPK tak memenuhi kualifikasi seharusnya DPR menolaknya.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung sudah dua kali mengeluarkan pendapat hukum terhadap pasal 13 huruf (j) UU 15 Tahun 2006 Tentang BPK yang dimintakan oleh DPR. Pertama, pada 16 Agustus 2021, DPR bersurat ke MA meminta pendapat hukum terkait pencalonan Sdr. Nyoman Adi dan Sdr. Heri Zoeratin sebagai calon Anggota BPK.
Baca juga : Guru Besar Duga Ada Unsur Politik Di Balik PP Perubahan Statuta UI
Namun, Nyoman Adhi ini diketahui belum genap dua tahun meninggalkan jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), demikian dengan Heri Zoeratin yang masih menjadi Kuasa Pengguna Anggaran sebagai Sesditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu.
Kedua, dalam Fatwa atau Pendapat Hukum Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 Mahkamah Agung memberikan 3 (tiga) point. Yaitu, MA berwenang memberikan pendapat hukum. Kemudian, Calon Anggota BPK harus memenuhi syarat dalam pasal 13 huruf j yaitu paling singkat dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.
Terakhir, di Pasal 13 huruf j dimaksud agar tidak terjadi conflict of intrest dalam menjalankan tugas. [BSH]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya