Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Catatan Adin Bondar
Budaya Literasi Untuk Pemulihan Ekonomi
Minggu, 19 September 2021 09:05 WIB

RM.id Rakyat Merdeka - “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas,” ditulis oleh Mohammad Hatta ketika sang proklamator dipenjara oleh kolonial Belanda. Buku dan membaca menjadi penting untuk memperluas cara berpikir, wawasan dan pengetahuan. Era globalisasi dan liberalisasi saat ini menjadikan pengetahuan sebagai sumber strategis dalam peningkatan kualitas hidup seseorang maupun kemajuan bangsa. Konsep ekonomi modern dikenal dengan ‘knowledge driven economy” mengukuhkan pengetahuan menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi. Sebab, pengetahuan mampu meningkatkan kreativitas, inovasi dan produktivitas serta pembangunan berkelanjutan.
Masyarakat dunia masih berjuang melawan pandemi Covid-19 yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Pandemi membawa dampak ganda ‘multiplier effect’ terhadap seluruh tatanan kehidupan. Tidak hanya sektor kesehatan, pariwisata, transportasi dan bahkan industri rumah tangga kecil juga terpukul sehingga berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Pembatasan aktivitas memaksa semua harus menahan diri, bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Pembatasan ini membawa satu situasi ketidakberdayaan baik secara sosial dan ekonomi. Banyak kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian, termasuk juga kehilangan kohesi sosial. Salah satu indikatornya adalah meningkat masyarakat miskin sebanyak 27,54 juta orang (BPS, Maret 2021). Situasi ini memaksa perlu redesign strategi pembangunan nasional melalui upaya kemandirian modal insani sehingga dapat mendorong percepatan kesejahteraan berkelanjutan.
Kebijakan extraordinary yang dikeluarkan pemerintah dalam pemulihan ekonomi saat ini berdampak pada meningkatnya disparitas pencapaian indikator pembangunan lainnya. Melalui program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) tahun 2021 mengalokasikan anggaran sebesar Rp 744,75 triliun melalui Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Diskon Listrik, Subsidi Gaji, Bantuan Produktif Usaha Mikro, Bantuan Sosial Tunai, BLT Dana Desa, dan Program Kartu Prakerja. Program strategi nasional ini perlu diintegrasikan dengan pola pembangunan kemandirian masyarakat melalui penguatan literasi berbasis potensi lokal dengan kapasitas soft skill untuk kecakapan hidup.
Kehadiran masyarakat berpengetahuan sangat dibutuhkan. Masyarakat berpengetahuan adalah masyarakat yang terinformasi melalui informasi dan pengetahuan yang baik dan dapat menuntun hidupnya lebih baik. Namun, keterbukaan arus informasi melalui media sosial, membangun narasi menyesatkan atau hoaks sehingga terjadi distorsi informasi yang mampu membangun stigmatisasi dalam berpikir pragmatis dan kurang empati dan sensitif dalam kehidupan sosial.
Masyarakat Berpengetahuan
Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan Pengantar RAPBN 2022 menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5 persen sd. 5,5 persen dan kesejahteraan sosial yang terjadi. Namun, tetap waspada karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis. Reformasi program dan penganggaran pembangunan sangat diperlukan berorientasi pada peningkatan kapasitas modal insani sebagai objek dan subjek pembangunan.
Berita Terkait : Petani Diminta Bisa Beradaptasi Dengan Perubahan Iklim
Pandemi mengajar kita untuk kembali melakukan pemurnian kepada seluruh sendi-sendi kehidupan. Keniscayaan kenormalan baru merupakan kejutan budaya bagi seluruh masyarakat sebab membawa kebaruan hidup yang tidak pernah dialami. Dalam situasi ini, budaya baca menjadi perilaku yang perlu dibumikan dan diwujudkan. Penurunan kesejahteraan masyarakat saat ini tentu dampak dari masih tingginya aliterasi masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bagian terpenting dalam era revolusi 4.0 saat ini.
Dalam World Reading Habit tahun 2020, Indonesia ada di peringkat 16 dari 22 negara dengan lama membaca per minggu selama 6 jam. Indonesia di atas negara Argentina dan Turki dengan lama membaca 5,54 jam per minggu. Spanyol dan Kanada dengan lama membaca 5,48 jam per minggu, Jerman dan Amerika dengan lama membaca 5,48 jam per minggu. Perbaikan gemar membaca ini juga diperkuat dengan hasil Kajian Kegemaran Membaca Indonesia tahun 2020 oleh Perpustakaan Nasional, kegemaran membaca Indonesia mengalami peningkatan 1,9 nilai dari tahun 2019 dengan nilai 53,84 menjadi 55,74 nilai (Kategori Sedang). Kajian ini menyimpulkan durasi membaca masyarakat Indonesia per hari selama 1 jam 36 menit atau 6,8 jam per minggu. Kajian ini juga memotret faktor internal kegemaran membaca, yakni lokasi favorit membaca adalah di rumah (78 persen), topik bacaan yang sering dibaca adalah agama (66,5 persen), dan format bacaan yang dipilih adalah perpaduan antara digital dan tercetak (54,9 persen).
Ketersediaan sumber bacaan masyarakat dengan rasio 90:1. Artinya, satu buku diperuntukkan 90 orang yang seharusnya 1:3 perkapita (Unesco). Disparitas sebaran perpustakaan sebagai hak masyarakat tidak berkeadilan pulau Jawa sangat mendominasi sebesar 48 persen. Jika dibandingkan pulau Papua sebesar 2 persen. Standar mutu perpustakaan dari 164.610 perpustakaan baru 2 persen sesuai dengan standar nasional perpustakaan, dan tenaga perpustakaan sebagai pendamping literasi 1:25.000 (Renstra Perpusnas, 2020-2024).
Literasi merupakan faktor esensial dalam upaya membangun terwujudnya masyarakat berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter. Kemampuan berliterasi yang dimiliki seseorang, akan menjadi salah satu survival tools dalam mengatasi persoalan hidup. Literasi memampukan manusia mengakses bahan perpustakaan atau sumber informasi sesuai kebutuhan, memahami apa yang tersirat dari yang tersurat, menemukan ide, gagasan dan kreativitas, serta mampu menciptakan barang dan jasa yang berkualitas. Melalui transformasi literasi diharapkan akan dapat memberi manfaat sosial, ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Mengapa penting literasi? Konsep literasi terus menghadapi perkembangan, literasi yang dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis dan numerik telah mengalami pemaknaan luas. Literasi bukan hanya bicara kemampuan baca, tulis dan numerik. Literasi kecakapan dalam penguasaan ilmu pengetahuan tertentu sehingga mampu memahami apa yang tersirat dari yang tersurat, menemukan ide/gagasan baru dan kemampuan mereplikasi dan mencipta barang dan jasa yang bermutu.
Literasi mengungkap tabir bahwa kemiskinan itu tidak ada, yang ada adalah tidak hadiran masyarakat berpengetahuan, yang menyebabkan terbelenggu dalam ketidakberdayaan. Membaca adalah mengungkap tabir yang tersembunyi sehingga terbangun struktur berpikir sehingga seorang dapat menjadi berpikir terbuka, inovatif, kreatif sehingga produktif. Maka budaya literasi yang kuat dapat berdampak pada; pertama, membangun masyarakat yang well informed dalam menghadapi Covid-19 agar tetap patuh dalam prokes yang ada sehingga Kesehatan nasional terjaga dengan baik; kedua, budaya literasi mampu membuka lapangan kerja baru secara mandiri dari dampak transformasi perpustakaan sehingga produktivitas masyarakat dapat membangun ekonomi nasional. Setiap desa memiliki satu perpustakaan dalam mengembangkan produk unggulan desa “one library one product”. Sehingga, hilirisasi produk kreatif dapat tumbuh dan berkembang di Tanah Air.
Berita Terkait : Pemerintah Terus Dorong Pemulihan Ekonomi
Transformasi Perpustakaan dan Inkubator Bisnis
Pandemi Covid-19 mengharuskan pembatasan pergerakan kegiatan masyarakat dengan menyesuaikan kenormalan baru dengan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah. Pembatasan ini menghadirkan keterbatasan kreativitas dan kegiatan masyarakat lebih banyak mengikuti berita dan berselancar di dunia maya dengan jutaan berita-berita yang tidak dipercaya atau hoaks yang menyebabkan terjadinya disabilitas intelektual melalui pemanfaatan media sosial.
Informasi tidak terbendung, terjadi ledakan informasi (information explosion) dalam ruang dan waktu tanpa batas. Munculnya distorsi informasi secara masih mengakibatkan menurunya kesejahteraan masyarakat karena pembatasan kegiatan, berdiam diri dan bahkan terjadi halusinasi ketakutan yang amat kuat, menjadikan masyarakat tidak produktif.
Di sisi lain, kehadiran teknologi juga bagian yang tidak bisa dinafikan dalam mendorong kreativitas dan produktivitas. Pembatasan kegiatan masyarakat membawa seolah hidup terpenjara, kehidupan sosial terganggu menjadikan pertumbuhan ekonomi menghadapi kontraksi dan perlambatan yang berdampak jamak terhadap seluruh sendi kehidupan dan juga pendapatan masyarakat dan negara.
Budaya literasi yang kuat menjadi solusi dalam menghadapi persaingan global yang sangat kompetitif dengan arus informasi yang begitu dinamis dan upaya mempersiapkan ketahanan produksi dalam negeri kehadiran masyarakat berpengetahuan semakin fundamental. Selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu mewujudkan masyarakat berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter untuk menyongsong bonus demografi 2045. Dalam rangka mewujudkan masyarakat berpengetahuan beberapa rencana aksi yang dilakukan, yakni; (i) pengembangan budaya kegemaran membaca; (ii) pengembangan sistem perbukuan dan penguatan konten literasi; (iii) peningkatan akses dan kualitas perpustakaan berbasis inklusi sosial dan terakhir adalah peningkatan mitra dan jejaring dan library supporter sebagai bagian gerakan sosial literasi yang perlu didorong melalui partisipasi semua pihak.
Transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan pendekatan berbasis ‘system social approach’ atau pendekatan kemanusiaan, pendekatan dalam membangun kesejahteraan melalui penguatan budaya literasi sehingga masyarakat di pedesaan dan perkotaan yang kurang memiliki akses untuk mengejar kesetaraan dan ketertinggalan. Program perpustakaan ini menawarkan kepada masyarakat melalui kegiatan membaca, pendampingan dan pelatihan, pengemasan produk, pemasaran, diversifikasi produk melalui pendekatan transformasi pengetahuan berbasis konten literasi terapan dengan menghadirkan fasilitator pustakawan dan trainer literasi.
Peranan perpustakaan sebagai pelayanan publik dalam peningkatan akses masyarakat terhadap pengetahuan menjadi ruang berbagai pengalaman, belajar kontekstual dan ruang peningkatan keterampilan hidup. Transformasi layanan perpustakaan ini lah menjadikan lahirnya pengetahuan baru, sehingga masyarakat menjadi inovatif, kreatif dan produktif. Transformasi ini menjadikan tumbuh inkubator bisnis baru yang berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan.
Berita Terkait : Minta Anak Buahnya Lebih Humanis, Kapolri Banjir Pujian Netizen
Program transformasi layanan perpustakaan ini telah diinisiasi oleh Perpustakaan Nasional RI sejak 2017. Sampai saat ini program ini cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan. Dari 32 provinsi, dan 160 kabupaten/kota serta 1.250 desa lokus transformasi telah banyak melahirkan inkubator bisnis baru. Ada pun tujuan dari program ini adalah; (i) menurunkan kemiskinan dengan transformasi pengetahuan kepada masyarakat di perpustakaan umum sebagai ruang belajar yang demokratis; (ii) meningkatkan kesadaran masyarakat desa tentang literasi informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk peningkatan soft skill, dan (iii) meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemanfaatan Perpustakaan Desa.
Kisah sukses Wahid dari Kabupaten Pamekasan adalah mantan tukang parkir yang berhasil mengembangkan ternak ayam jago dan usaha katering setelah belajar dan mendapatkan training di perpustakaan umum. Nanik Sukoco dari Sragen mantan pekerja migran berhasil mengembangkan usaha keripik herbal dan menjadi memiliki usaha tetap dan menjadi mentor dalam pengembangan usaha untuk kelompok wanita lainnya. Suprayetno penerima dampak transformasi perpustakaan dari Sumatera Utara, berhasil bisnis ikan hias yang mendapat omset rata-rata 20 juta setiap bulan setelah mendapat pelatihan di perpustakaan. Sampai dengan 2020 terdapat 1.250 lokus transformasi layanan perpustakaan tersebar di seluruh Indonesia yang bertujuan pemberdayaan masyarakat dan perekonomian berbasis literasi (Perpusnas, Impact History, 2020).
Penguatan budaya literasi melalui transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial dapat dijadikan sebagai program prioritas pemulihan ekonomi nasional dan mengatasi pandemi Covid-19 melalui ketersedian konten literasi. Program ini dapat dikembangkan dengan strategi ‘multi-stakeholder partnerships’, kolaborasi dan integrasi program kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha dan sumber pendanaan dari filantropi.
Rencana aksi yang perlu dilakukan segera adalah; pertama, membangun konektivitas informasi dan pengetahuan serta ketersediaan pelatihan masyarakat secara luring dan daring berbasis literasi potensi lokal, yang terintegrasi dengan badan pelatihan tenaga kerja dan koperasi dan usaha kecil dan menengah; kedua, desiminasi konten literasi terapan berupa buku-buku terapan, tutorial, konten digital yang dapat diakses masyarakat; ketiga, peningkatan peran pegiat literasi, penyuluh pertanian dan penyuluh lainnya sebagai pendamping dan trainer bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan keterampilan hidup masyarakat.***
Penulis: Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional
Tags :
Berita Lainnya