Dark/Light Mode

Regulasi Sejalan Pancasila Percepat Kemajuan Bangsa

Sabtu, 25 September 2021 14:51 WIB
Deputi Hukum Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Kemas Akhmad Tajuddin (kedua kiri). (Foto: ist)
Deputi Hukum Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Kemas Akhmad Tajuddin (kedua kiri). (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Penyelarasan nilai-nilai Pancasila kedalam regulasi dan kebijakan sangat penting untuk dilakukan, oleh karena hal demikian dapat mempercepat kemajuan bangsa. 

Hal ini dapat terjadi oleh karena regulasi dan kebijakan yang tepat, akurat serta selaras dengan nilai-nilai Pancasila dapat meredam potensi terjadinya berbagai gejolak sosial dalam masyarakat, sehingga bangsa ini tidak perlu lagi terbebani dengan persoalan yang menguras energi untuk mengatasi kegaduhan, konflik sosial.

Pandangan ini mengemuka dalam acara Internalisasi dan Institusionalisasi Indikator nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan regulasi dan kebijakan di Universitas Bangka Belitung, Jumat (24/9).

Sekretaris Daerah Pemprov Bangka Belitung, Naziarto dalam sambutannya menyampaikan, Pancasila harus dapat diimplementasikan segenap warga negara, meskipun masih banyak yang belum mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga : Partainya Merkel Masih Berjuang Cari Dukungan

"Bicara Pancasila masih ada pro dan kontra. Untuk itu, kehadiran BPIP sangat berperan dalam penanaman nilai Pancasila," nilainya.

Menurut Naziarto, jika internalisasi nilai Pancasila dapat diimplementasikan, tidak ada lagi perpecahan di masyarakat. Semua hidup dilakukan dengan etika, moral dan budaya sebagaimana nilai luhur dalam Pancasila.

"Regulasi harus sesuai dengan kemajuan bangsa dan umat manusia. Untuk itu, internalisasi dan institusionalisasi nilai Pancasila harus selalu dilakukan bagi setiap orang dan Lembaga di Indonesia," tandasnya. 

Deputi Hukum Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Kemas Akhmad Tajuddin dalam paparannya menegaskan, penafsiran Pancasila tidak boleh diserahkan kepada pasar bebas, hal demikian akan menyebabkan setiap orang akan bebas menafsirkan menurut kepentingan dan logikanya sendiri.

Baca juga : Memahami Nilai Pancasila Semudah Mendengarkan Musik

Pada akhirnya penafsiran secara bebas ini oleh siapapun dan lembaga manapun kedalam format suatu regulasi atau kebijakan, maka akan membawa conflict of interes, berpotensi menimbulkan perpecahan yang berakibat pada ancaman terjadinya disintegrasi bangsa.

Jika energi semua komponen bangsa ini terkuras hanya utk menyelesaikan persoalan sosial akibat penetapan regulasi atau kebijakan yang tidak selaras dengan Pancasila, maka Pemerintah bersama komponen masyarakat akan terpengaruh dan terbebani dalam membawa percepatan kemajuan bangsa, dikarenakan ruang waktu dan kesempatan dimasa pemerintahan yang diberikan konstitusi hanya disibukkan dengan upaya menyelesaikan konflik sosial saja.

BPIP oleh Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018, telah diberikan mandat untuk membantu Presiden dalam upaya pembinaan Pancasila. Berdasarkan mandat itu, BPIP kemudian menyusun berbagai pedoman dalam upaya implementasi pembinaan nilai-nilai Pancasila itu kedalam berbagai Instrumen yang dapat digunakan masyarakat sebagai panduan dalam menyusun regulasi dan kebijakan, atau juga mempedomani standar dasar dalam berperilaku, dalam berkehidupan berbangsa, bernegara serta bermasyarakat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

"Penyusunan regulasi perlu memperhatikan keselarasannya dengan nilai-nilai Pancasila. Untuk itu proses pembentukannya perlu menggunakan instrumen indikator nilai-nilai Pancasila yang sudah disusun BPIP bersama-sama pakar dan ahli kepancasilaan, hal ini menunjukkan proses melahirkan indikator nilai-nilai Pancasila itu sangat dinamis,” jelas Tajuddin.

Baca juga : Pemerintah Tegaskan Tim Agraria Percepat Selesaikan Konflik Pertanahan

Sementara itu, Rektor Universitas Bangka Belitung (UBB) DR. Ibrahim menilai, ada beberapa faktor pendorong kasus penyimpangan ideologi. Pertama, Pancasila dijadikan alat politik dan alat sakralisasi suatu rezim pemerintahan, sehingga siapapun yang menentang Pemerintah, dianggap tidak Pancasilais.

"Kedua, Pancasila kehilangan pesona karena monopoli tafsir, ada anggapan bahwa hanya pemerintah saja  yang berwenang menafsirkan Pancasila, padahal Pancasila milik seluruh rakyat Indonesia," ujar Ibrahim. 

Hal lain, lanjut dia, pengaruh negatif perkembangan teknologi yang mendorong orang tidak percaya akan ideologi. "Contoh, kita membenci kapitalisme, tetapi kita mempraktikan kapitalisme. Hal ini tantangan yang juga dihadapi ideologi Pancasila," jelas Ibrahim.

Kegiatan ini dimoderatori oleh R Dian Muhammad Johan Johor Mulyadi, Direktur Pelembagaan dan Rekomendasi, hadir pula DR. Dwi Haryadi, Dekan Fakultas Hukum UBB sebagai narasumber, dengan peserta perwakilan seluruh dinas pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bangka Belitung serta perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) wilayah Bangka Belitung. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.