Dark/Light Mode

Diingatkan Wakil Ketua KPK

Dinasti Politik Pintu Masuk Korupsi

Minggu, 17 Oktober 2021 16:14 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyoroti praktik politik dinasti yang kerap berujung pada praktik rasuah.

Teranyar, Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin, anak eks Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin, dijerat komisi antirasuah sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa. Ayah Dodi sendiri, terjerat kasus korupsi di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurut Alex, sapaan akrab Alexander, persoalan dinasti politik merupakan persoalan lama. "Sebelum-sebelumnya KPK juga melakukan penindakan terhadap beberapa kepala daerah yang ada kaitannya dengan dinasti politik. Sebelumnya kan ada Probolinggo, Cimahi," ujar Alex kepada wartawan, Minggu (17/10).

Baca juga : Ketua KPK: Beri Kami Waktu Bekerja...

Menurutnya, dinasti politik itu memang menjadi salah satu pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi. "Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah kini menjadi pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," imbuhnya.

Kenapa? Sebab, dengan adanya dinasti politik itu, evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya tidak akan berjalan. Mereka akan saling menutupi kekurangan dan kelemahan.

"Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, pasti dia akan menutup. Apa? kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintah. Dan cenderung meneruskan kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya, itu yang terjadi, kan seperti itu," tutur mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor itu.

Baca juga : Klan Politik Yasin Masih Andalan Di Pilbup Bogor

Dia menilai, politik dinasti muncul karena ada kebutuhan pendanaan dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan anggota legislatif. Sebab, biaya politik untuk menjadi peserta Pilkada atau Pileg dinilai tidak murah.

Alex memaparkan hasil survei Kemendagri yang menyebut, paling tidak seorang calon kepala daerah tingkat bupati atau wali kota, harus mengeluarkan Rp 30 miliar.

Kalau ingin menang, bisa dua kali lipatnya. Calon kepala daerah, harus menyediakan Rp 60 miliar sampai Rp 75 miliar. Bahkan, di beberapa daerah itu ada yang harus menyediakan dana di atas 100 miliar.

Baca juga : Sukses Di PON Papua, Ketua PGSI Jatim Siap Pimpin Gulat Nasional

"Tidak cukup penghasilan seorang kepala daerah selama 5 tahun untuk menggantikan biaya-biaya yang dikeluarkan," bebernya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.