Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Aliran Alternatif

Minggu, 21 Maret 2021 06:40 WIB
Ngopi - Aliran Alternatif
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Saya sempat amat bimbang, apakah akan ikut program vaksinasi atau melewatkannya. Bukan tidak percaya ilmu kedokteran modern. Tapi, sudah entah berapa lama, mungkin sedari SMA, jarang sekali ada obat kimia masuk ke tubuh ini.

Kalau ada ya, amat terpaksa. Misalnya, saat istri amat khawatir tatkala saya demam tinggi empat hari awal-awal pandemi. Sekadar untuk menenangkan hatinya dan menghormati niat baik dokter yang telah meresepkan obat. Meski waktu itu, tubuh membaik setelah minum beberapa kali air kelapa hijau. Atau, saat jatuh dan perlu dijahit.

Sebenarnya, saya tidak anti dengan ilmu kedokteran modern dan obat-obatan farmasi. Apalagi antivaksin. Anak saya yang baru empat bulan, rutin divaksin. Akan tetapi, untuk diri pribadi, saya lebih memilih obat herbal. Obat dan tanaman herbal peninggalan leluhur nusantara, selama ini jadi pilihan dan rujukan utama saat sakit.

Baca juga : Kangen Bakso Bang Ono

Menurut saya, justru ilmu kedokteran masa kini, terutama obat berbahan kimia, itulah yang sebenarnya alternatif. Sebab, daun meniran, jahe, kunyit, bambu apus, dan sejenisnya sudah ada lebih dulu. Mungkin sejak zaman Majapahit, Kalingga, Tarumanegara, atau sejak Izrail turun ke bumi mengambil tanah untuk bikin tapaknya Kakek Adam.

Sekali lagi, saya tidak anti apa-apa. Cuma, yang katanya belum teruji di lab, atau yang disebut alternatif-alternatif itu, jangan melulu dipojokkan dan tidak dipercayai. Bisa jadi kita yang belum tahu ilmunya. Atau sudah terlanjur malas meneliti karena telah dicap sedemikian jumud oleh industri farmasi.

Soal dapat jadwal vaksin Covid-19, saya memutuskan untuk mengikutinya. Alasannya, pertama, saya menghormati pemerintah yang sudah repot-repot beli vaksin. Niatnya juga baik. Biar rakyatnya sehat dan ekonomi pulih.

Baca juga : Banyak Yang Minta Kerja

Kedua, ikhtiar kan bisa lewat bermacam-macam pintu. Merujuk cerita populer di zaman nabi Muhammad SAW yang meminta seorang untuk mengikat untanya. Vaksin ataupun obat herbal, itulah tali pengikat unta ke tiang pancang. Usaha agar unta tidak hilang. Upaya agar kebal virus atau sembuh dari penyakit.

Artinya, saya padukan saja herbal dengan farmasi. Selebihnya tawakal. Saya ungkapkan ini bukan menggurui. Sebab, ada juga yang langsung tawakal, menyerahkan diri, pasrah total dengan hanya lewat doa dan keyakinan, tanpa berikhtiar. Buat saya, yang model begini ya boleh saja. Wong, terserah Tuhan yang memberi pertolongan.

Tetapi, kita kan mesti rendah hati. Tanpa berikhtiar, ibarat memposisikan Tuhan sebagai pesuruh. Disuruh jagain unta. Disuruh jadi benteng virus. Padahal, sebelum pasrah, kita harus usaha terlebih dahulu lewat apapun cara dan jalannya. [Faqih Mubarok/Wartawan Rakyat Merdeka]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.