Dark/Light Mode
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
RM.id Rakyat Merdeka - Keluarga saya akhirnya “kebagian” juga Covid-19. Pertama ibu mertua saya, kedua ayah saya.
Ibu mertua saya tertular gara-gara hadir dalam hajatan khitanan anak tetangga. Di sebelah rumah sohibul bait, ada pasien Covid-19 yang sedang isolasi mandiri (Isoman). Meski sudah dilarang, ibu saya keukeuh ingin hadir. “Nggak enak sama tetangga,” katanya.
Sehari sepulang dari acara, badan ibu menggigil. Meriang. Tiga hari berlalu, kondisinya tak kunjung membaik. Akhirnya dibawa ke klinik dekat rumah. Dua hari setelah berobat, tak ada perubahan. Padahal, biasanya obat dokter langganan itu manjur.
Baca juga : Geliat Pasar Malam
Saya baru sadar beliau terkena Covid setelah indera penciumannya hilang alias anosmia. Segera saya bawa ke Puskesmas untuk dilakukan Swab Antigen. Hasilnya positif. Oleh dokter dia disarankan isoman selama 7 hari sambil menunggu jadwal Swab PCR. Beruntung, setelah isoman 7 hari, kondisi Ibu saya membaik. Keluarga lain pun tidak mengalami gejala.
Tak lama setelah itu, giliran ayah di Depok yang meriang. Awalnya biasa saja, tapi lama-kelamaan kondisinya mulai lemah. Nafsu makannya berkurang, alasannya tenggorokan sakit.
Saya pun berangkat dari Bekasi ke Depok untuk memantau kondisinya. Sesampainya di rumah, saya meminta dilakukan Swab Antigen, tapi ditolak. “Nggak usah dicolok-colok, besok juga sehat lagi,” katanya, percaya diri.
Baca juga : Bocah Wanita Penjual Mawar
Saya lantas menghubungi dokter yang buka praktik di dekat rumah memeriksa kondisinya. Hasilnya, dibilang darah tinggi. Olehnya disarankan Swab Antigen, tapi beliau tetap menolak.
Akhirnya diberikan obat hipertensi, radang tenggorokan dan antibiotik. Namun, obat-obatan itu tak membuat kondisinya membaik. Bahkan tiga hari setelahnya, ayah saya makin lemah.
Bujuk rayu agar mau diperiksa akhirnya didengar. Beliau pun meminta untuk dilakukan rontgen thorax atau rontgen dada. Gambarnya kemudian dibawa ke dokter spesialis paru. Oleh dokter dibilang penyakitnya mengarah ke Covid-19. Obat antivirus dan sejenisnya lantas diberikan, cukup untuk tiga hari.
Baca juga : Beli Mobil Dahulu, Rumah Ngontrak Aja
Selanjutnya, kami meminta agar dilakukan Swab PCR. Hasilnya, positif dengan nilai Cycle Threshold (CT) 28. Setelah sampai di rumah, kondisi ayah makin mengkhawatirkan. Napasnya sesak dan hanya bisa berbaring. Lemah.
Tabung oksigen milik almarhum kakek yang sempat dipinjam saudara, diminta kembali. Saudara yang berprofesi sebagai bidan pun dipanggil ke rumah. Jarum infus kemudian dipasang. Cairan pertama yang masuk adalah neurobion, atau vitamin.
Setelah tiga hari, kondisinya mulai membaik. Perlahan nafsu makannya kembali. Tubuhnya yang lemas pun mulai sanggup berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Alhamdulillah, tinggal menjalani isoman selama 14 hari sebelum melakukan PCR untuk kedua kalinya. [Bhayu Aji Prihartanto/Wartawan Rakyat Merdeka]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.