Dark/Light Mode

Kelompok DPD MPR Dukung Presidential Threshold Nol Persen

Kamis, 9 Desember 2021 08:47 WIB
Dialog Kebangsaan soal Presidential Threshold di Lobi Gedung DPD, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/12). (Foto: Ist)
Dialog Kebangsaan soal Presidential Threshold di Lobi Gedung DPD, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/12). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kelompok DPD MPR melihat aspirasi rakyat terhadap Presidential Threshold nol persen terus menguat. Presidential Threshold 20 persen dianggap menghalangi munculnya tokoh potensial alternatif di luar partai politik untuk menjadi pilihan bagi rakyat.

"Kami Kelompok DPD di MPR akan mendorong judicial review terhadap Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK)," ucap Wakil Ketua Kelompok DPD MPR Fahira Idris yang sekaligus Anggota DPD DKI Jakarta pada Dialog Kebangsaan tersebut, di Lobi Gedung DPD, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (8/12).

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengungkapkan, adanya Presidential Threshold selain mengaburkan makna presidensial, juga mereduksi partisipasi politik masyarakat karena pilihanya tidak terwakili.

Baca juga : DPR Dukung Pemerataan Akses Internet

"Mengapa harus meninggalkan Presidential Threshold setidaknya ada beberapa hal menurut saya. Pertama jelas melenceng dari spirit keserentakan, adanya tendensi polarisasi keterbelahan sejak tahun 2014 hingga saat ini, hingga menutup adanya tokoh alternatif," ungkapnya.

Lain halnya Pengamat Politik dan Dosen Fisipol UGM Abdul Gaffar Karim. Kata dia, ada beberapa negara yang berhasil menerapkan sistem presidensial dengan multipartai seperti beberapa negara di Amerika Latin juga termasuk Indonesia.

Pada buku The Surprising Success of Multiparty Presidentialism oleh Carlos Pereira menjelaskan, agar berhasil di sistem presidensial multipartai, seorang presiden harus menjadi jabatan kuat secara konstitusional.

Baca juga : Ketua DPD Dukung Langkah Presiden Kawal Stabilitas Politik Afghanistan

"Punya kekuatan untuk barter atau negosiasi atau dipertukarkan dengan parlemen, check and balances yang kuat," ungkapnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Margarito Kamis memaparkan persoalan Presidential Threshold ini sudah beberapa kali melalui judicial review dan gagal karena terus mengangkat persoalan yang sama.

Karenanya, dia menyarankan, jangan lagi menggunakan argumen yang sama. Dia mengusulkan ada ahli yang maju dari DPD dan akademisi serta mobilisasi rakyat yang juga sepaham dengan Presidential Threshold nol persen.

Baca juga : Ketua DPD Dukung Kapolri Tindak Tegas Pinjol Ilegal

"Saya menyarankan DPD satu suara, kemudian lakukan konferensi nasional untuk mendiskusikan ini dan didukung oleh pers. Menurut saya pers punya pengaruh dan bisa memperbesar spektrum dari isu ini. Melalui jurnalisme talk saya yakin mampu mendorong persoalan ini hingga orang mengetahui bahwa DPD bersama rakyat mengusung kepentingan rakyat terkait Presidential Threshold ini," ujar Margarito. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.