Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Syarief Hasan Soroti Lonjakan Inflasi Pangan

Selasa, 16 Agustus 2022 09:41 WIB
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan. (Foto: Istimewa)
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menyoroti inflasi pangan pada Juli 2022 yang mencapai angka 11,47 persen secara tahunan (year on year). Padahal, normalnya inflasi pangan ini hanya 5 sampai 6 persen.

Tidak heran jika inflasi tahunan menembus 4,94 persen, tertinggi sejak Oktober 2015. Terkereknya harga pangan berdampak nyata dan signifikan terhadap inflasi secara umum, sebab inflasi pangan menyumbang 20 persen dari total pengeluaran masyarakat. Bahkan untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah, inflasi pangan ini mencapai 40 sampai 50 persen pengeluaran.

Ini mestinya diatensi betul oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mencari solusi terbaik dalam menjaga stabilitas inflasi. Jika harga-harga terus terkerek, daya beli rakyat melemah, ekonomi juga akan terganggu.

Baca juga : HUT Kemerdekaan Momentum Tingkatkan Pemahaman Nilai Kebangsaan

"Perkara pangan bukalah sekadar statistik ekonomi, namun langsung berkaitan dengan perut rakyat, hajat rakyat melanjutkan hidup dan meningkatnya angka kemiskinan. Saya melihat lonjakan inflasi ini sudah masuk lampu kuning, sekaligus anomali bagi negara seperti Indonesia yang sumber daya alamnya melimpah," ujar Politisi Senior Partai Demokrat ini dalam keterangannya, Selasa (16/8).

Dalam laporan Global Food Security Index (2021), indeks ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 113 negara. Kita kalah dari Malaysia yang berada pada peringkat ke-39, Thailand (51) atau Vietnam (61).

Laporan ini merupakan kompilasi dari berbagai variabel yang membentuk ketahanan pangan selama 10 tahun terakhir (2012 sampai 2021). Ini menunjukkan bahwa keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kualitas nutrisi, dan ketahanan sumber daya alam masih tertinggal. Bahkan, skor indeks ketahanan pangan melemah dibandingkan tahun 2020, turun dari 61,4 menjadi 59,2.

Baca juga : Ancelotti Heran Kroos Nggak Masuk Nominasi PemainTerbaik

Menurut Syarief, inisiatif Bank Indonesia berupa Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (Gernas PIP) tentu hal yang baik, namun jika inisiatif ini tidak dibarengi dengan kerjasama terarah di antara stakeholder dan masyarakat, serta tidak menjangkau akar persoalan inflasi pangan, maka semua juga akan sia-sia belaka.

Jika ternyata pangkal persoalannya pada panjangnya rantai distribusi yang membuat harga pangan melonjak, maka harusnya pemerintah memperbaiki kinerja rantai pasokan logistik. Namun jika akar masalahnya pada tidak terbangunnya ekosistem sektor pertanian, maka sudah sepantasnya orientasi dan prioritas diarahkan pada pembangunan pertanian yang terintegrasi.

Dikatakan, persoalan akut dan mendasar yang kita hadapi adalah lemahnya sinergi dan koordinasi. Proyek food estate yang digadang-gadang menjadi solusi ketahanan pangan jangan hanya menjadi proyek mercusuar, terlihat megah namun minim hasil.

Baca juga : Produk Lokal Penyelamat Dari Krisis Pangan Global

"Bahkan jangan sampai proyek hanya menyisakan eksternalitas negatif seperti deforestasi dan kerusakan lingkungan. Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama. Membangun lumbung pangan, tetapi abai dengan akses nutrisi, ongkos logistik, dan resiko lingkungan," tutup Syarief. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.