Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Menggunakan Dekrit Tidak Mudah

HNW: Kita Negara Hukum

Kamis, 24 November 2022 07:50 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menolak wacana usulan perpanjangan masa jabatan Presiden melalui dekrit. Wacana itu tidak sesuai dengan konstitusi, juga bisa mengarahkan Indonesia menjadi negara kekuasaan, bukan negara hukum.

Hidayat mengatakan, aman­demen UUD 1945 memutuskan, Indonesia ditetapkan bersama se­bagai negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (mach­staat). Salah satu ciri negara hukum adalah menjunjung tinggi supremasi hukum, termasuk ketentuan UUD 1946.

“Ketentuan Itu yang seharusnya dilaksanakan, dipegang bersama. Para pimpinan lembaga negara mestinya berada di garda terdepan, menjadi teladan bagi rakyat,” ucap politisi PKS ini.

Baca juga : Ganjar Kasih Peringatan Tegas Ke Kontraktor

Mengubah UUD 1945 ter­masuk perpanjangan masa ja­batan Presiden dengan meka­nisme tidak sesuai ketentuan Konstitusi, merupakan wacana yang tidak bisa dibenarkan.

Karenanya, Hidayat menyayangkan wacana mengusul­kan perpanjangan masa jabatan Presiden dengan mendorong Presiden Jokowi membuat Dekrit.

Karena, dekrit itu secara legal adalah jenis keputusan Presiden. Itu bukan ketentuan UUD 1945.

Baca juga : Canangkan Kerja Politik Modern, KIB Diapresiasi

Bila mengacu kepada konsep negara hukum yang berlaku saat ini di Indonesia, lanjutnya, keputusan Presiden tidak bisa mengubah ketentuan-ketentuan atau ayat-ayat yang ada dalam UUD 1945.

Dia mengingatkan agar wa­cana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi melalui dekrit ini tidak disamakan dengan dekrit mengembalikan UUD 1945 oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959. Sebab, kondisi politik dan aturan hukum yang berlaku sangatlah berbeda.

Dahulu, kenang dia, ada kon­disi deadlock politik konstitu­sional, sekarang tidak ada. Dulu tidak ada aturan Konstitusi yang menyebut dengan tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sekarang ketentuan sebagai negara hukum itu dinyatakan dengan tegas di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Baca juga : Menpora Tegaskan Pemerintah Tak Campuri KLB PSSI

Dengan kondisi konstitusional dan politik yang berbeda itu, upaya untuk mengulang model dekrit Presiden tersebut tidak berhasil dilakukan.

Dia mencontohkan seperti maklumat atau dekrit Presiden Gus Dur yang membubarkan DPR.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.