Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Presiden Diminta Reformasi Total Perberasan Dan Pupuk

Rabu, 28 Desember 2022 19:49 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty. (Foto: Ist)
Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Problematika terkait beras di Indonesia tidak kunjung tuntas, mulai dari urusan data dan importasi, hingga persoalan terkait distribusi pupuk bersubsidi yang menyulitkan para petani. Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty mengusulkan perlu reformasi total dan menyeluruh dengan strategi baru secara nasional untuk mengatasinya.

“Masalah beras dan pupuk ini sudah sangat lama dan tidak tuntas-tuntas. Kita butuh reformasi menyeluruh mulai dari data, kelembagaan, pupuk-benih-pestisida, teknologi dan alat pertanian, kredit pertanian, harga, manajemen stok dan lainnya. Kemudian aneh juga ketika kita mau meningkatkan produksi tapi alokasi dan anggaran untuk pupuk bersubsidi malah menurun dari tahun ke tahun. Jadi banyak hal kontraproduktif, sehingga kita sarankan adanya strategi baru nasional,” kata Evita, dalam pernyataan akhir tahun, di Jakarta, Rabu (28/12).

Menurut Evita, setiap kali turun ke dapil, masalah pupuk bersubdisi ini terus muncul dari para petani. “Prihatin sekali kita karena sepertinya tidak ada solusi permanen. Padahal dunia saat ini dihantui ancaman krisis pangan sehingga dibutuhkan pembenahan yang cepat,” kata anggota DPR dari dapil Jateng III meliputi Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang, dan Pati ini.

Baca juga : TelkomSigma Perkuat Transformasi Digital Berbasis Cloud

Di mata politisi PDI Perjuangan ini, koordinasi dan komunikasi lintas kementerian/lembaga memang buruk dalam urusan perberasan ini, demikian juga koordinasi antara pusat dan daerah. Namun, ini tidak bisa dibiar-biarkan terus seakan kita berpikir masalahnya akan selesai dengan sendirinya. Butuh political will dan action yang cepat, sebelum berlarut-larut. 

Lebih heran lagi, di tengah upaya besar kita untuk menggenjot produksi beras, justru anggaran untuk pupuk bersubsidi terus menurun dari sebesar Rp 34,31 triliun tahun 2019 menurun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020, menurun lagi di tahun 2021 menjadi Rp 29,1 triliun, dan terus turun lagi di tahun 2022 hanya menjadi Rp 25,3 triliun. Jadi kebutuhan pupuk subsidi sebanyak 25,18 juta ton, hanya bisa dipenuhi 9,5 juta ton atau sekitar 40 persen saja.

Begitupun jenisnya dari lima jenis untuk 70 komoditas pertanian menjadi hanya dua saja yaitu Urea dan NPK untuk hanya 9 komoditas. Hal itu dinilai Evita kontraproduktif terhadap upaya swasembaya pangan yang berkelanjutan.

Baca juga : Pengamat Maritim: Diplomasi Konsesi Perbatasan ZEE Dengan Vietnam Harus Menguntungkan RI

“Penurunan ini kontraproduktif terhadap upaya swasembaya pangan yang berkelanjutan. Jika misalnya di waktu lalu ada indikasi kenaikan anggaran tidak diiringi dengan kenaikan produksi, maka pengawasannyalah yang harus diperkuat bukan malah dikurangi,” sambungnya.

Beras adalah komoditas strategis dalam ekonomi Indonesia karena beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia. Gangguan pada produksi dan distribusi bisa berdampak pada stabilitas, sehingga isu beras ini tidak bisa dipandang enteng. 

Mengenai saling bantah data Kementan dan Bulog, Evita mengaku heran masih terus saja terjadi. Kementan bilang produksi beras surplus, stok cukup, tapi Bulog mengatakan kondisi defisit sehingga dibutuhkan beras impor.

Baca juga : Presiden Jokowi Resmikan Revitalisasi Stasiun Manggarai Tahap 1

Padahal, menurut Evita, ada begitu banyak solusi yang bisa diberikan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi atau era digital saat ini. Kalau soal metodologi, menurutnya harus bisa disepakati bersama, namun ego sektoralnya harus dihilangkan dengan memandang kepada kepentingan nasional itulah yang lebih utama.

"Data yang baik dibutuhkan mulai dari pengadaan pupuk hingga penyaluran bantuan lainnya, termasuk dalam urusan stok. Itu berpengaruh ke semua. Jadi, kalau tidak mau diajak bersama-sama dari kementerian/ lembaga atau antardaerah, maka perlu ada kekuatan yang bisa memaksa yaitu dari Presiden,” tegas Evita lagi.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.