Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Sarifuddin Sudding Raih Gelar Doktor Hukum Unpad, Bamsoet Beri Pujian

Jumat, 17 Februari 2023 20:30 WIB
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung dengan predikat sangat memuaskan. Sudding mengangkat penelitian tentang Rekonstruksi Kebijakan Penal Aparat Penegak Hukum (APH) dalam Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Hukum Pidana Administrasi, dengan melakukan perbandingan di tiga negara yakni Amerika Serikat, Singapura, dan Filipina. Penelitian dilakukan di bawah bimbingan Tim Promotor Prof I Gde Pantja Astawa dan Indra Perwira.

Keberhasilan Sudding ini diapresiasi Ketua MPR Bambang Soesatyo. Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini menerangkan, hasil penelitian Sudding menunjukkan kebijakan Penal pemberantasan korupsi di Indonesia yang saat ini dilaksanakan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di lapangan, seringkali muncul perbedaan perspektif dan pemaknaan fungsi koordinasi dan supervisi. Hal ini menyebabkan kontra produktivitas dalam usaha pemberantasan korupsi.

Baca juga : Partai Garuda Papua Pegunungan Gelar Konsolidasi, Target Menang 2024

“Harus ada perubahan pendekatan dan mindset aparat penegak hukum (APH) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dari pendekatan retributif (menghukum dengan ekspektasi menimbulkan deterrent effect) ke pendekatan restoratif (pemulihan kerugian negara dari tindakan pelaku tipikor) dengan mengupayakan penyelesaiannya secara menyeluruh, mengedepankan restorative justice berdasarkan asas subsidiaritas," ujar Bamsoet, usai menghadiri Sidang Terbuka Promosi Doktoral Sudding, di Bandung, Jumat (17/2).

Turut hadir antara lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri, Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana, Kajati Jawa Barat Asep Mulyana, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto, Wakil Ketua BURT DPR Achmad Dimyati Natakusumah, dan Wakil Ketua Banggar DPR Cucun Ahmad Syamsurijal. Hadir pula Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid, serta para anggota Komisi III DPR antara lain Arteria Dahlan, Mulfachri Harahap, Hinca Panjaitan, dan Sufriansyah.

Baca juga : Agun Gunandjar Raih Gelar Doktor Administrasi Pembangunan, Bamsoet Beri Pujian

Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, dalam penelitian itu, Sudding juga menyoroti kurangnya pemahaman penyidik mengenai peraturan perundang-undangan administrasi terhadap tindak pidana yang diatur dalam berbagai UU sektoral. Misalnya, pelanggaran terhadap UU Kehutanan, UU Kepabeanan, UU Keimigrasian, UU Perpajakan, UU Lingkungan Hidup, UU Telekomunikasi, UU Perikanan, UU Pertambangan, UU Pasar Modal, hingga UU Perbankan. Mengakibatkan terjadinya inkonsistensi kebijakan Penal APH dalam pemberantasan korupsi, karena menganggap UU Tipikor sebagai “UU sapu jagat".

"Padahal pasal 14 UU Tipikor yang menganut Asas systematische specialiteit atau asas kekhususan yang sistematis tidak mengatur demikian. Karena itu dalam hasil penelitian ini, Pak Sudding juga menekankan bahwa rekonstruksi kebijakan Penal pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh APH berdasarkan hukum pidana administrasi harus diarahkan pada penguatan fungsi koordinasi dan supervisi APH, serta perubahan paradigma penyidik dalam memahami ketentuan hukum pidana administrasi," jelas Bamsoet.

Baca juga : Bambang Soesatyo Raih Gelar Doktor, Ridwan Kamil Ucapkan Selamat

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menerangkan, sebagai contoh, sesuai pasal 20 UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, jika ada temuan BPK yang mengindikasikan adanya kerugian negara karena masalah administrasi, maka diberikan waktu selama 60 hari kepada pihak tersebut untuk mengklarifikasi sekaligus mengembalikan kerugian negara, sehingga tidak merta langsung proses pidana.

"Hal tersebut juga diperkuat dalam pengarahan Presiden Joko Widodo kepada seluruh Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Kejaksaan Tinggi, pada Agustus 2015 dan Juli 2016. Pada intinya Presiden menekankan kepada Kapolda dan Kajati untuk bisa membedakan mana yang masalah administrasi dan mana yang mencuri. Karena itu, kebijakan diskresi tidak bisa dipidanakan. Begitupun dengan tindakan administrasi pemerintahan juga tidak bisa dipidanakan," pungkas Bamsoet.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.