Dark/Light Mode

Segera Sahkan RUU PSDN, DPR dapat Jempol TIDI

Senin, 23 September 2019 21:57 WIB
Arya Sandhiyudha (Foto: Istimewa)
Arya Sandhiyudha (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara segera menjadi Undang-Undang. Hal ini akan menjadi sejarah baru karena sejak adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, 17 tahun lalu, baru pada Komisi I DPR periode 2014-2019 di bawah pimpinan Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari dapat diselesaikan RUU yang mengatur Bela Negara, Komponen Pendukung (Komduk), dan Komponen Cadangan (Komcad)

Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative (TIDI), Arya Sandhiyudha, menilai positif RUU PSDN akan segera disahkan. “Ini sangat baik dari sisi proses dan muatan pembahasan. Semua prinsip masukan masyarakat sipil terkait demokrasi, HAM, dan supremasi sipil juga masuk dalam RUU ini. Kedua pihak, baik Pemerintah (Kementrian Pertahanan) maupun DPR (Komisi I) sangat akomodatif dan peka terhadap aspirasi yang berkembang," kata Arya, di Jakarta, Senin (23/9)

Arya menjelaskan, RUU ini telah sukses mengakomodir aspirasi ketika telah memasukkan penegasan bahwa Komcad sifatnya sukarela, bukan wajib. “Yang diwajibkan nanti hanya pendidikan Bela Negara. Kalau latsarmil sebagai Komcad tidak wajib tapi sukarela untuk mendaftar. Nampaknya, skema usulan Komisi I disepakati sebagai mekanisme,” ucapnya.

Baca juga : Mantap, Aset PLN Kini Dijaga TNI

Menurut pengamat politik internasional itu, perubahan tersebut yang membuat akhirnya dalam RUU terkini Komcad bersifat sukarela dengan cara mendaftarkan diri. Ia berpendapat, untuk negara Indonesia memang paling tepat memilih model voluntary (sukarela) seperti di Kanada, Inggris, dan Australia.

Negara yang menerapkan wajib militer, lanjut Arya, biasanya punya dua alasan. Pertama, ukuran geografis dan populasinya sangat kecil seperti Singapura. Bisa juga punya persepsi potensi perang yang sangat tinggi, di antaranya seperti Mesir, Israel, Turki, Iran, Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Rusia.

Kedua, mengenai kritik tidak ada opsi bagi Komcad menolak ketika mobilisasi. Sedangkan sewaktu sudah menjadi Komcad lalu ada mobilisasi tentu tidak ada opsi lain.

Baca juga : Tuduhan TSM Cuma Isapan Jempol

“Di semua negara begitu, termasuk negara-negara demokrasi. Kalau nggak mau ya jangan daftar Komcad. Justru itu kan tujuannya seorang mendaftar Komcad,” sebut Master bidang Studi Strategis Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu.

Menurutnya, mobilisasi dalam RUU ini juga telah diatur sedemikian rupa. “Mobilisasi hanya dalam darurat dan dalam proses pembahasan RUU akhirnya dimasukkan klausul musti ada persetujuan DPR,” tukasnya.

Doktor bidang Ilmu politik dan hubungan internasional ini kembali menilai, bahwa prinsip sukarela untuk menjadi Komcad sudah cukup dianggap menghormati HAM. “Milih status komcad di awal secara sukarela itu sudah menghormati HAM. Saya sudah nggak melihat ada hal lain yang lebih penting, karena prinsip sukarela sudah diakomodir. Pembatasan lain yang juga memenuhi unsur HAM adalah Komcad sendiri memiliki Batasan waktu, jadi tidak berlangsung terus-menerus,” tuturnya.

Baca juga : Kader-kader Muhammadiyah Ini Dapat Jempol Kiai Maruf

Terkait pembiayaandoktor bidang ilmu politik dan hubungan internasional dari Istanbul University itu sepakat harus diikat dengan mekanisme APBN. “Jadi Kementerian Keuangan nanti musti membuat Peraturan Menteri (Permen) untuk mengatur mekanisme. Pembiayaan sumber lain tidak boleh berjalan sebelum Permen itu dikeluarkan dan disahkan,” tambahnya. [TIF]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :