Dark/Light Mode

DIM RUU Pengawasan Obat Dan Makanan

Belum Dibahas Sudah Dibatalkan

Rabu, 3 Juli 2024 07:30 WIB
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini
Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini

RM.id  Rakyat Merdeka - Senayan berharap Pemerintah tidak terlalu dini menolak Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan (RUU POM) sebelum dibahas. Meski, substansi RUU POM ini dinilai telah diakomodir dalam UU Kesehatan dan UU Cipta Kerja yang disusun dengan metode Omnibuslaw.

Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini bilang, sebaiknya para anggota dewan diberi kesempatan menganalisis Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan DPR. Tapi, 794 DIM itu ditolak Pemerintah dengan alasan sudah tertuang dalam Undang-Undang No­mor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Saya selama lima periode di DPR, baru kali ini ada sikap Pemerintah seperti ini. Belum penah saya mendengar dan menyaksikan sikap Pemerintah yang sangat frontal, bertolak belakang dengan sikap DPR,” kata Yahya dalam rapat kerja Komisi IX DPR bersama Wakil Pemerintah membahas RUU POM, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Dia mengatakan, DIM RUU itu ada plus-minusnya. Namun bukan berarti, semua DIM yang diusulkan DPR ditolak atau bahkan dihapus. “Ini menjadi catatan bagi kita (Komisi IX DPR). Kami akan tetap melan­jutkan pembahasan ini sesuai ketentuan dalam undang-undang dan tata tertib yang ada di DPR,” tegasnya.

Baca juga : Presiden Minta Harga Obat Jadi Lebih Murah

Hal senada dilontarkan oleh anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago. Pemerintah tidak boleh semena-mena me­nolak DIM yang diusulkan DPR sebelum dilakukan pembahasan. “Ini belum dibahas tapi sudah dihapus. Ini arogansi yang luar biasa dan tidak boleh dilakukan dalam forum terhormat ini,” tegasnya.

Irma menegaskan, dalam pem­bahasan RUU POM ini, baik DPR maupun Pemerintah adalah sama-sama mitra dan saling menghormati. Karena itu, DIM RUU POM ini sejatinya diko­munikasikan dulu, tidak boleh salah satu pihak menolak DIM tanpa ada pembahasan lebih dahulu. “Jadi harus ada pembicaraan dua pihak. Pembuatan undang-undang kan kesepakatan Pemerintah dan DPR,” ujar poli­tisi Fraksi Nasdem ini.

Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Hono­ris mencoba menengahi polemik terkait penolakan Pemerintah atas DIM yang berasal dari DPR. Masing-masing fraksi sebenarnya sudah punya sikap bahwa masuknya RUU POM dalam program legislasi nasional lantaran kebutuhan akan pengawasan obat dan makanan. “Maka itu kita mengusulkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan,” tegasnya.

Namun, Pemerintah meman­dang RUU POM ini secara substansi sudah diakomodir dalam UU Kesehatan dan UU Cipta Kerja yang diomnibuslaw-kan. Ini, sambung Honoris, menunjukkan bahwa Pemerintah sebenarnya sudah punya sikap. “Jika memang sikapnya seperti itu, kami meminta dengan hormat, Pemerintah harus ikut prosedur yang benar,” tegasnya.

Baca juga : NasDem Gelar Nobar Film Habibie & Ainun

Dia pun mengusulkan, dia memang Pemerintah tidak ingin membahas RUU ini, maka sebaiknya ini, Presiden menge­luarkan Surat Presiden (Surpres) untuk membatalkan Surpres yang lama. “Ini biar jelas,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Pemerin­tah telah mengajukan sejumlah 393 DIM. Adapun substansi DIM ini, RUU POM yang diu­sulkan prinsipnya telah terako­modir dalam berbagai undang-undang. Yakni, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang disusun dengan metode Omnibuslaw. “Sehingga Pemerintah merasa tidak perlu diatur secara tersendiri,” ujarnya.

Menkes menjelaskan, dalam Undang-Undang Kesehatan telah diatur substansi mengenai kesediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), perbekalan kesehatan yang memuat ketentuan mengenai penggolongan obat dan obat bahan alam, standar, persyaratan, perbuatan, produksi dan peredaran. Demikian juga berkaitan dengan substansi materi pengawasan obat dan makanan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 khususnya dalam bab yang mengatur mengenai upaya kesehatan, perbekalan kesehatan dan ketahanan ke­farmasian dan alkes.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 ten­tang Pangan juga diatur keten­tuan mengenai pangan olahan yang menjadi salah satu subjek dalam pengaturan RUU POM. Antara lain mengenai penggolongan pangan olahan, infor­masi produk, peredaran pangan olahan serta penelitian dan pengembangan pangan olahan.

Baca juga : Sekjen Banteng Utamakan Kader

Kemudian berkaitan dengan substansi perijinan usaha yang dimuat dalam RUU POM, juga telah diatur dalam UU Cipta Kerja secara komprehensif. Termasuk, perizinan sektor obat dan makanan, serta ketentuan mengenai pengawasan dan sanksi.

“Berkaitan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat pelaku usaha terkait kegiatan usaha obat dan makanan, juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” sebutnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.