Dark/Light Mode

Agar Tak Kambuh Lagi

DPR Minta Kriteria Napi Yang Dibebaskan Diperketat

Sabtu, 11 April 2020 13:04 WIB
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan. (Foto: Rakyat Merdeka)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan. (Foto: Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Permasalahan baru datang dari kebijakan Kementerian Hukum dan HAM yang membebaskan narapidana untuk mencegah penyebaran corona di lapas. Para narapidana yang dibebaskan malah kembali berulah dan meresahkan masyarakat.

Dimulai dari Bayu Tama Pangestu (24) dan Ikhlas alias Iqbal (29) baru lima hari bebas dari Lapas Kerobokan untuk mengurangi dampak pandemi corona. Keduanya dibekuk Tim Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali, saat hendak mengambil 2 kg paket ganja di kantor jasa pengiriman barang di kawasan Jalan Pura Demak, Denpasar.

Lalu di Sulawesi Selatan, seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga. Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan babak belur diamuk massa setelah kepergok mencuri motor warga. MS dibebaskan pada 3 April dan ditangkap tiga hari kemudian.

Ditutup dengan napi di Depok yang mendapatkan asimilasi namun berulah pasca bebas. Seorang pria bernama Jame harus berurusan kembali dengan polisi karena mengamuk di sebuah warung di Cipayung, Depok. Padahal, Jame baru saja bebas dari penjara.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan angkat bicara soal fenomena ini. Dia meminta agar ada kriteria ketat untuk napi yang akan dibebaskan. Berikut wawancara lengkapnya:

Baca juga : Senator Aceh Minta Menteri Desa Jangan Kebanyakan Selfie

Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?

Ya beredar berita beberapa kejadian onar yang dilakukan napi yang mendapatkan asimilasi setelah dilepas melakukan tindak pidana juga. 

Seperti di Depok, Wajo, dan Bali...

Iya. Spiritnya kita setuju makanya itu harus ada kriteria-kriteria ketat. Kalau Kalapas tidak ikuti SOP yang ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, maka Pak Menkumham harus tegas kepada Kalapas dan Karutan seperti itu. Yang mau bebas dibuatlah surat pernyataan. 

Jadi petugas lapas dan rutan jangan malas untuk memastikan napi yang mendapat asimilasi tidak akan melakukan tindak pidana lagi. Termasuk membuat keresahan. Saya tidak tahu negara mampu memfasilitasi itu semua atau tidak termasuk rapid test. Tapi kita semua harus menjamin mereka yang keluar belum terpapar.

Baca juga : Mendes Minta Desa Bangun Pos Jaga, Akses Masuk Diperketat

Masyarakat khawatir mereka akan kembali melakukan tindak pidana. Bagaimana itu?

Maka dari itu selektif harus ada meskipun spiritnya kita setuju. Misalnya napi yang mau keluar didata dan pastikan tidak dalam keadaan sakit. Kedua pastikan mereka tidak akan mengulang perbuatannya. 

Jangan sampai kejahatan kembali naik...

Kita tahu sekarang ini kejahatan menurun. Nah jangan sampai mereka keluar terus kriminal kembali naik. Nah itu harus dijaga. Jadi track record warga binaan juga harus menjadi acuan di samping kalau boleh mereka membuat surat pernyataan. Sehingga jika ada yang kembali berbuat tindak pidana maka hukuman kepada yang bersangkutan bisa diperberat. Nah ini perlu dipikirkan. 

Saat ini juga pembebasan kepada 30 ribu napi sedang berjalan. Bagaimana itu?

Baca juga : Mulai Hari Ini, Tagihan dan Diskon Listrik Dibebaskan Bertahap

Ya, pertama memang di dalam sel itu rawan karena tidak ada physical distancing oleh mereka. Kemudian vitamin untuk mereka tidak jelas. Lalu kebersihan di sel kurang diperhatikan. Sehingga dalam upaya mengentaskan corona bagus dipikirkan mereka bisa dikeluarkan. Akan tetapi tentu dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Pak Menkumham melakukan itu sudah disampaikan di rapat terbatas pemerintah. Lalu Presiden Jokowi setuju. 

Kalau bisa sebagaimana beberapa waktu lalu yang sempat viral di Lapas Salemba, waktu dibebaskan itu seperti tidak ada kejelasan pelepasannya. Karena tidak memperhatikan physical distancing-nya. Kedua tidak mereka tidak memakai masker. Jadi itu harus diperhatikan. Pemerintah harus membantu mereka minimal rapid test. Jadi ada prasyarat itu. Jangan sampai mereka yang keluar itu sudah dinyatakan positif corona. Sebab itu akan menimbulkan masalah baru. 

Pemerintah telah memutuskan memberikan asimilasi selain kepada napi korupsi, bandar narkotika, dan terorisme. Bagaimana tanggapannya?

Sebenarnya tidak boleh ada diskriminasi. Seharusnya napi korupsi bisa mendapatkan asimilasi itu. Jadi tidak ada diskriminasi. Hanya saja memang perlu ada seleksi kemudian bagaimana dengan adanya Peraturan Pemerintah 99 yang harus dipikirkan. Jangan sampai napi korupsi dibebaskan karena ada dugaan bagian dari komunikasi politik. Kalau kita bicara secara universal, asimilasi adalah hak asasi manusia. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.