Dark/Light Mode

Perlu Penjadwalan Ulang

DPD: Republik Takkan Bubar Cuma Karena Pilkada Ditunda

Sabtu, 30 Mei 2020 08:37 WIB
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. (Foto: Istimewa)
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta KPU, pemerintah dan DPR mengkaji ulang jadwal pilkada yang akan digelar Desember 2020. Pasalnya, jumlah kasus Covid-19 di sejumlah daerah belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Ketua DPD La Nyalla Mattalitti mengaku, hingga saat ini banyak provinsi, kota maupun kabupaten masih zona merah. Hal ini dibuktikan dengan belum turunnya kurva kasus covid secara nasional. “Kurvanya belum menurun. Malah di sebagian daerah menunjukkan tren naik,” kata Nyalla dalam keterangan tertulis, kemarin.

Nyalla mencontohkan Jawa Timur. Provinsi dibawah kendali Khofifah Indar Parawansa ini menunjukkan Covid-19 mengalami lonjakan. Bahkan Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 10 Jatim Joni Wahyuhadi khawatir Kota Surabaya bisa jadi seperti Kota Wuhan, China.

Baca juga : PDIP Resmi Umumkan Para Jagoannya di Pilkada Jabar

“Penyebaran kasus di Surabaya sangat cepat. Sebanyak 65 persen dari total angka kasus Jatim disumbang dari Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Sedangkan Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik akan menggelar pilkada,” jelasnya.

Senator asal Jatim ini juga mengatakan, sudah ada mekanisme untuk kepala daerah yang akan habis masa jabatannya tetapi belum terpilih. Yakni menunjuk pelaksana tugas (Plt.) untuk menjalankan pemerintahan daerah. “Republik ini tidak akan bubar hanya karena pilkada ditunda,” kata dia.

Justru, kata Nyalla, masyarakat semakin menderita jika wabah tidak segera berakhir. Pemerintah sebaiknya fokus menangani wabah dan dampaknya bagi masyarakat. Nyalla mengatakan, anggaran pilkada semestinya ditunda dan dialihkan untuk penanganan pandemi.

Baca juga : Sukur Minta Kader PDIP Menangkan Pilkada Depok

Jika pilkada tetap digelar 9 Desember 2020, KPU sebaliknya malah memerlukan tambahan anggaran Rp 535,9 miliar untuk pengadaan alat pelindung diri. Di antaranya untuk membeli masker bagi 105 juta pemilih, sebesar Rp 263,4 miliar. Untuk alat kesehatan bagi petugas di TPS dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp 259,2 miliar, serta Rp 10,5 miliar untuk alat kesehatan bagi PPS dan Rp 2,1 miliar untuk PPK.

Anggota DPD Intsiawati Ayus juga menilai rencana penyelenggaraan Pilkada serentak pada Desember 2020 terlalu dipaksa kan. Padahal, jika tetap dilakukan maka gelaran hajat demokrasi itu akan berlangsung di tengah situasi yang tidak menentu dan belum kondusif akibat Covid1-9.

“Rencana Pilkada serentak 2020 ini seperti pemerkosaan politik. Mengapa? Karena ini sebuah keputusan yang dilakukan dengan memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan dengan matang atas situasi dan kondisi yang terjadi dilapangan saat wabah Covid masih belum bisa dikendalikan,” ujarnya.

Baca juga : Peringatan KPK: Bansos Covid-19 Jangan Dimanfaatkan untuk Kepentingan Pilkada

Iin mengingatkan bahwa saat pilkada serentak berlangsung dalam situasi normal saja masih terjadi berbagai persoalan. Baik berupa ketegangan sosial akibat persaingan masa antar kandidat, potensi money politik, kecurangan penyelenggaraan pemungutan suara, perusakan alat peraga kampanye dan lain sebagainya.

Bahkan juga pernah terjadi kecurangan yang mengakibatkan dilakukan pengulangan pemungutan suara. “Siapa yang bisa menjamin proses kampanye dengan berkerumunnya masa tidak terjadi penularan Covid-19? Apakah ada jaminan proses pengawasan saat pemungutan suara sejak dari TPS hingga KPUD bisa dilakukan secara normal,” tandasnya. [ SSL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.