Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Catatan Bambang Soesatyo

Jangan Langgar Prokes Cuma Demi Ego Kelompok

Minggu, 8 Agustus 2021 09:46 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Dok. MPR)

RM.id  Rakyat Merdeka - Nyata dan tak terbantahkan bahwa penularan virus Corona yang tak terdeteksi menjadi ancaman bagi semua orang, karena ragam variannya tidak mengenal sekat. Agar tidak terpapar, semua orang, termasuk pelajar sekalipun, didorong membatasi kegiatan dan mobilitasnya. Maka, ketika ada komunitas yang lebih mengedepankan ego kelompok dengan melanggar ketentuan tentang pembatasan kegiatan masyarakat di tengah pandemi, mereka otomatis menjadi ancaman bagi orang lain di sekitarnya, termasuk anggota keluarganya sendiri.

Siapa saja yang beraktivitas di luar rumah dengan tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes), dia berpotensi menjadi sumber klaster keluarga ketika kembali ke rumah. Dan, sudah ada banyak contoh kasus yang berkisah tentang akibat fatal karena mereka yang tidak peduli pada (prokes) semasa pandemi Covid-19 sekarang ini. Patut untuk disadari bahwa ketidakpedulian pada prokes justru menjadi ancaman mematikan anggota keluarga. 

Di Jakarta, pada pekan kedua Juni 2021, seorang bayi usia 29 hari terpapar Covid-19 dan meninggal. Bayi mungil itu terpapar setelah dikunjungi keluarga besarnya. Di Sukabumi, bayi perempuan yang dilahirkan 8 Juli 2021 meninggal dunia pada 9 Juli 2021 setelah terkonfirmasi positif Covid-19, karena tertular dari ibunya yang pasien positif Covid-19. Dua contoh kasus ini sudah lebih dari cukup untuk mewakili kisah pilu lainnya yang nyaris sama dan telah terjadi di banyak tempat.

Baca juga : Pertanyaan Mega Dijawab Moeldoko

Di Kabupaten Blitar misalnya, ada 10 bayi yang lahir di RSUD Ngudi Waluyo kehilangan ibu mereka yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Dalam kurun Januari-Juli 2021, sebanyak 15 ibu hamil meninggal karena Covid-19 saat dirawat di RSUD Ngudi Waluyo. 

Pertengahan Juni 2021, Satgas Penanganan Covid-19 mengungkap fakta bahwa 1,2 persen anak usia di bawah 18 tahun di Indonesia meninggal akibat virus Corona. Jika mengacu pada data kumulatif kasus kematian saat itu, 1,2 persen itu ekivalen 630 anak Indonesia. Rinciannya, 0,6 persen kelompok usia 0-5 tahun, dan 0,6 persen lainnya kelompok usia 5-18 tahun. Data ini menjelaskan bahwa angka kematian Balita terpapar Covid-19 lebih tinggi dari anak usia lain. Hingga pekan pertama Agustus 2021 ini, total kematian akibat Covid-19 (semua kelompok usia) sudah menembus jumlah 100.000. Kementerian Kesehatan per Rabu (4/8) mencatat total kematian menjadi 100.636. 

Kisah kematian bayi dan ibu hamil, plus data tentang total kematian itu, mestinya memberi pemahaman yang lebih tentang urgensi kepatuhan pada prokes. Ancaman Covid-19 itu nyata, dan cara menghindarinya hanya patuh dan melaksanakan prokes. Bayi dan ibu hamil selalu berdiam di rumah. Siapa yang paling potensial menularkan COVID-19 kepada mereka? Sudah pasti mereka yang datang atau kembali ke rumah setelah beraktivitas di luar dengan tidak mematuhi prokes. 

Baca juga : Apa Ada Yang Kesindir?

Sejak pandemi Covid-19 gelombang pertama hingga kini, prokes di Indonesia tidak pernah diatur melalui kebijakan penguncian total atau lockdown, melainkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Dan, yang terkini adalah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Dalam konteks memerangi penularan virus yang tidak terdeteksi mata manusia, kebijakan PPKM itu masuk kategori pendekatan lunak. Beda dengan lockdown yang dirasakan sangat ekstrim.

Kini, setelah begitu banyak kisah tentang tragedi kematian akibat Covid-19 di dalam negeri, masih ada komunitas yang bersuara lantang menentang atau menolak PPKM. Ada komunitas terpelajar yang ingin berdemonstrasi di Istana Negara menentang PPKM. Ada pula komunitas pekerja yang juga berniat melakukan unjuk rasa menolak PPKM. 

Kegiatan unjuk rasa memang tidak diharamkan. Namun, ketika unjuk rasa dilakukan di tengah pandemi yang mengharuskan semua orang melaksanakan prokes, apakah kegiatan seperti itu masuk akal sehat? Karena unjuk rasa itu sudah diniatkan, berarti kelompok atau komunitas pengunjuk rasa itu memiliki persepsi yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan tentang ancaman pandemi Covid-19. Bagaimana penjelasan mereka tentang kematian lebih dari 100.000 jiwa akibat terinfeksi Covid-19?  
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.