Dark/Light Mode

Negara Butuh Haluan, Buku Ke-21 Bamsoet Yang Bahas PPHN Dan Amandemen

Jumat, 3 September 2021 14:11 WIB
Sampul depan buku ke-21 Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Istimewa)
Sampul depan buku ke-21 Ketua MPR Bambang Soesatyo (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua MPR Bambang Soesatyo terus memperlihatkan produktivitasnya dalam menulis. Pada 10 September nanti, politisi yang akrab disapa Bamsoet ini akan meluncurkan dua buku sekaligus. Yaitu buku ke-20 yang berjudul “Hadapi Dengan Senyuman, Vaksinasi Kesehatan VS Vaksinasi Ideologi” dan buku ke-21 yang berjudul “Negara Butuh Haluan”.
 
Buku “Negara Butuh Haluan” merupakan seri tulisan Bamsoet menanggapi reaksi atas Rekomendasi MPR Periode 2009-2014 dan 20014-2019 tentang perlunya menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen terbatas untuk menjaga kesinambungan pembangunan. Amandemen terbatas fokus pada upaya bersama menyusun dan menghadirkan PPHN sebagai pedoman dan kerangka rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan. 
 
Meski jalan yang ditempuh MPR Periode 2019-2024 dalam mengambil kebijakan lewat musyawarah dan mufakat, namun Bamsoet mengakui ada dinamika menuju amandemen itu. “Dinamika menunjukkan ada ruang-ruang terbuka untuk menyampaikan pandangan dan gagasan,” ungkapnya, dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (3/9).
 
Untuk membahas PPHN, kata Bamsoet, MPR menjaring berbagai masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. “Pimpinan rutin mendatangi perguruan tinggi di berbagai kota untuk meminta masukan dari kalangan akademisi terkait landasan pembangunan bangsa Indonesia untuk 25, 50, hingga 100 tahun ke depan," ungkapnya.
 
Dalam pembahasan PPHN ini, lanjut Bamsoet, dinamika di MPR sangat dinamis. "Saya senang menghadirkan PPHN sebagai sebuah diskursus ketatanegaraan dan menunjukkan eksistensi MPR, bisa dikatakan telah berhasil. Namun, menjadikan wacana tersebut sebagai sebuah usul perubahan, tentu sangat tergantung pada keputusan partai politik yang ada di MPR dan kelompok DPD," ujar Ketua DPR ke-20 ini.
 
Sesungguhnya, kata Bamsoet, prosedur perubahan UUD NRI 1945 telah diatur. UUD NRI 1945 tidak imun dengan perubahan, karena memang pembentuknya mendesain perubahan sedemikian rupa agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. 
 
Namun, tambah Bamsoet, diskursus amandemen terbatas untuk menghadirkan PPHN kemudian banyak 'dipelintir' dan 'digoreng'. Ada yang menuding sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lain yang terlalu prematur. 
 
Menurut Bamsoet, hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat. Ada pula yang berpendapat, kenapa harus terbatas? Kenapa tidak sekalian di kaji secara menyeluruh untuk menjawab tantangan dan dinamika zaman? Atau kenapa kita tidak kembali saja ke UUD 1945 yang asli yang dibuat para pendiri bangsa, jika ada penyesuaian atau perubahan dimasukan dalam adendum seperti di negara Amerika Serikat? Sebab, UUD 1945 hasil empat kali amandemen saat ini katanya tidak sesuai dengan semangat para pendiri bangsa. Dan banyak lagi pendapat yang saling berkelindan dan simpang siur di publik.
 
“Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.
 
Dia menegaskan, PPHN diperlukan sebagai pedoman dan upaya untuk melahirkan negarawan yang otentik, agar bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian pemimpin nasional. Karena itu, menghadirkan kembali PPHN sebagai visi negara, jangan dipahami dengan pendekatan politik praktis. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.