Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS

RM.id Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak termasuk bagian pembukaan. Karena di dalam bagian pembukaan terdapat dasar dan ideologi negara. Dalam pembukaan UUD NRI juga terdapat cita-cita berdirinya NKRI.
Karena itu, usul perubahan UUD NRI, sesuai pasal 37 UUD tidak termasuk bagian pembukaan. Selain bagian pembukaan, perubahan juga tidak berlaku bagi bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI sudah menjadi harga mati.
Sesuai perjalanan dan pengalaman sejarah, negara kesatuan merupakan satu-satunya bentuk negara yang paling sesuai dengan keberagaman Indonesia. Bukan serikat, federal, monarki apalagi sistem kerajaan. Karenanya, NKRI harus dipertahankan sesuai pasal 37 ayat 5, UUD NRI tahun 1945, bahwa bentuk negara NKRI tak bisa diubah-ubah.
Baca juga : IHWG FKUI Serukan Pentingnya Jaga Kecukupan Hidrasi Di Masa Pandemi
"Perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945 tetap terbuka. Tetapi, ada ketentuan dan batas-batasnya. Dan untuk mengubah UUD diperlukan persyaratan yang rumit dan tidak mudah dipenuhi," kata Hidayat Nur Wahid.
Pernyataan itu disampaikan Hidayat saat memberikan sosialisasi empat pilar kepada pengurus dan anggota Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah. Acara tersebut berlangsung di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Minggu (31/10).
Ikut hadir pada acara tersebut anggota MPR Fraksi PKS Drs. Hamid Noor Yasin, Ketua Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah Drs. KH. Tafsir, Ketua Aisyiyah Dr. Hj. Ummul Baroroh, dan Rektor UMS Prof. Dr. H. Sofyan Anif,.
Baca juga : HR Path Siapkan Pendukung Fasilitas Kerja Jarak Jauh
Bagi warga Muhammadiyah, kata Hidayat, Empat Pilar MPR bukan barang baru. Karena dikalangan anggota organisasi yang didirikan KH. Ahmad Dahlan, Empat pilar sudah menjadi perilaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menjalankan roda organisasi.
"Ulama dan tokoh-tokoh Muhammadiyah berpartisipasi aktif dalam proses pembentukan Pancasila, dimulai dari BPUPKI, Panitia Sembilan hingga PPKI. Mereka juga mau mengalah, menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta, semata mata demi kepentingan yang lebih besar. Yaitu berdiri tegaknya NKRI," kata Hidayat menambahkan.
Sementara itu, anggota MPR Fraksi PKS Drs. Hamid Noor Yasin, MM, mengingatkan, kerelaan umat Islam memenuhi permintaan masyarakat Indonesia timur untuk menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta adalah sikap mau mengalah yang terpuji. Apalagi, dengan cara itu, masyarakat Indonesia Timur tetap bersatu di bawah NKRI.
Baca juga : Waka DPD Ajak Uniba Berikan Kajian Demokrasi Berbiaya Murah
"Seperti pada peristiwa Piagam Madinah, Piagam Jakarta memiliki makna pengorbanan umat Islam untuk kepentingan yang lebih besar. Yaitu tetap tegaknya NKRI. Karena di Indonesia Kebhinekaan adalah satu keniscayaan, yang tidak dapat dihilangkan," kata Hamid Noor Yasin.
Pada kesempatan itu, Hamid mengajak warga Muhammadiyah, tampil pada kontestasi kepemimpinan nasional, untuk mengurai karut marut persoalan bangsa. Jangan sampai kesempatan, untuk memimpin bangsa, ini diambil orang lain yang memiliki rekam jejak buruk, dan hanya mengutamakan kepentingan pribadi serta kelompoknya saja. [TIF]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya