Dark/Light Mode

Prof Cornelis Tutup Usia, PDIP Turut Berduka

Rabu, 5 Agustus 2020 11:37 WIB
Guru Besar Departemen dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Prof Cornelis Lay. (Foto: Istimewa)
Guru Besar Departemen dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Prof Cornelis Lay. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kabar duka datang dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Guru Besar Departemen dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Prof Cornelis Lay tutup usia Rabu (5/8), pukul 4 pagi. PDIP ikut berduka dengan kepergian Cornelis. Sebab, dia dianggap sebagai seorang Soekarnois

"Seluruh perasaan campur aduk. Kesedihan, duka cita, dan sekaligus terbentanglah seluruh rekam jejak sejarah perjalanan bersama sosok cendekiawan Soekarnois yang begitu saya kagumi," ucap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Rabu (5/8).  

Baca juga : Gus Im Berpulang, PDIP Berduka

Menurut Hasto, Cornelis merupakan sosok akademisi yang mampu membuat sintesis yang tepat antara pemikiran Bung Karno dan jalan politik Megawati Soekarnoputri. Sintesis pemikiran yang lahir dari kesadaran untuk menjadikan politik sebagai keyakinan ideologis; politik sebagai dedikasi bagi kepentingan umum; politik sebagai kesabaran revolusioner untuk memerjuangkan sebuah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bebas dari berbagai belenggu penjajahan. 

"Melaui sosok seperti Cornelis Lay, Ibu Megawati Soekarnoputri dapat berdialog berjam-jam, melakukan ‘recalling’ keseluruhan ide, gagasan, cita-cita, dan perjuangan Bung Karno yang dibumikan dalam alam kekinian. Keduanya secara intens membaca apa yang tidak tertulis, merasakan apa yang tidak nampak, dan mencari makna atas setiap peristiwa politik dengan 'terang' pemikiran Bung Karno," tuturnya.

Baca juga : Refleksi Kudatuli, PDIP: Tugas Partai Berjuang Untuk Rakyat

Hasto menerangkan, Mega-Cornelis menjadi sahabat justru karena "sikap bebas” Cornelis Lay yang terus hadir sebagai sosok pemikir-intelektual. Cornelis tidak melibatkan diri dalam jabatan kekuasaan politik praktis. Cornelis  memilih berdedikasi di dalam mengurai dan memformulasikan sintesa setiap gagasan Bung Karno dalam praktik politik Mega. 

"Tak heran, dalam setiap langkah, hingga jebakan politik yang sering diciptakan kala berhadapan dengan pemerintahan otoritarian Orde Baru, Ibu Megawati seringkali menempuh jalan diam. Diam sebagai strategi. Diam membangun ruang kontemplasi dan diam penuh kesabaran diri," tuturnya.

Baca juga : Kena Corona, Sekjen Komisi Yudisial Tutup Usia

Dalam jalan diam itulah, lanjut Hasto, Cornelis hadir dan menjadi teman, sahabat, sekaligus sparing-partner diskusi Mega. Dalam diam itulah, sosok Cornelis hadir dan bersama Megawati menggali pemikiran banyak tokoh, merasakan pemikiran itu dalam kesatuan akal budi dan hati. 

"Dalam periode 1998 hingga 2014, saya sering mendampingi, atau tepatnya mengantar Mas Conny ke Kebagusan, Teuku Umar dan di berbagai tempat, menjadi saksi atas dialog politik yang selalu terjadi dalam keheningan, sebab yang dibahas adalah masa depan negeri. Dalam keseluruhan perjalanan politik, saya sungguh bersyukur, bahwa saya berkesempatan mendapatkan 'mutiara gagasan' yang ikut membentuk seluruh kesadaran ideologi, kesadaran politik, dan kesadaran berorganisasi, serta kesadaran berkebudayaan, yang dibelakang hari begitu berguna dalam seluruh perjalanan politik saya di PDI Perjuangan," ujarnya. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.