Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Analisis Qodari Mengenai Penyebab Polarisasi Ekstrem di Pilpres

Senin, 20 Maret 2023 08:54 WIB
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Polarisasi atau terbelahnya masyarakat karena perbedaan sikap politik bukan lagi dianggap mitos, tetapi nyata dan ada di masyarakat Indonesia. Hal itu terungkap dari data survei terbaru Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) bertajuk "Polarisasi Politik di Indonesia: Mitos atau Fakta" yang yang dirilis di Hotel Bidakara, Jakarta, Minggu (19/3).

Hasilnya, masyarakat terpolarisasi menjadi 2 kelompok dengan ukuran proporsional (43 persen vs 57 persen). Kluster 1 memiliki posisi relatif pada ujung spektrum kiri yaitu kelompok pro Jokowi yang relatif sekuler ke arah moderat, puas terhadap kinerja pemerintah, relatif tidak berprasangka terhadap kekuatan ekonomi asing dan aseng. Sementara kluster 2 memiliki positif relatif pada ujung spektrum kanan dalam ideologi politik dimensi keagamaan.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari sepakat bahwa polarisasi bukan sekadar mitos tapi nyata di masyarakat. Ia mengungkapkan tiga variabel yang menimbulkan polarisasi politik. Pertama, pemikiran dan aksi para tokoh politik. Kedua, pembelahan (cleavages) di Indonesia. Ketiga, problem desain konstitusi soal ketentuan pemenang 50 persen plus 1 dalam pilpres. 

Baca juga : Indonesia Jadi Tuan Rumah Pembahasan Ekstradisi Negara ASEAN

Khusus tentang ketentuan pemenang 50 persen plus 1 dalam pilpres, Qodari menyebut, hal itu sebagai problem. Baginya, ini menjadi pemicu lahirnya polarisasi politik ekstrem di masyarakat. 

“Jadi kita ini, mohon maaf, saya melihat salah salah satu problemnya ada di desain konstitusi kita, dengan berat hati. Di mana problemnya? Di aturan mengenai pemenang pilpres harus 50 persen plus 1,” ujar Qodari

Qodari menyebut, pada Pilpres 2024, meskipun diikuti lebih dari dua pasang calon presiden dan calon wakil presiden, pada akhirnya akan mengkerucut menjadi hanya dua pasang calon. Pasalnya, untuk meraih suara yang diamanatkan konstitusi tergolong tidak mudah diraih masing-masing paslon capres-cawapres.

Baca juga : Apresiasi Hasil Penelitian, Unisba Gelar 4th Resvex

“Dengan aturan 50 persen plus 1, calon dipaksa ujungnya menjadi dua. Mau nanti 2024 nanti ada 4 pasang 3 pasang, itu ujungnya pasti 2. Karena sangat sulit bagi calon mana pun untuk menang dalam satu putaran,” paparnya.

Dari beberapa hasil survei, kata Qodari, tiga nama papan atas capres 2024 antara Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan suara dukungannya relatif sama. Tidak ada perbedaan yang signifikan.

“Karena multipartai dan calonnya pada hari ini ada tiga calon yang kekuatannya relatif sama, yaitu Ganjar, Anies, Prabowo, elektabilitasnya nggak beda-beda jauh, sulit untuk bisa mencapai 50 persen plus 1 dalam satu putaran. Ujung-ujungnya nanti akan dua putaran, entah Ganjar lawan Anies, Ganjar lawan Prabowo, atau Prabowo melawan Anies. Kalau itu terjadi, pasti nanti akan dibelah lagi,” imbuhnya.

Baca juga : Polri Investigasi Penyebab Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Dengan SCI

Qodari khawatir, saat terjadi dua pasang calon, polarisasi dari dimensi agama akan kembali tersematkan seperti Pilpres 2019. Berkaca pada Pilpres 2019, kata Qodari, Presiden Jokowi yang sudah jelas dari keluarga Muslim masih saja dicap sebagai non-Muslim, keturunan PKI dan seterusnya. Hal itu bisa terjadi juga pada Prabowo dan Ganjar, meski keduanya seorang Muslim.

Selain pilpres, Qodari juga menyatakan problem desain konstitusi juga terjadi pada Pilkada DKI Jakarta yang mengharuskan 50 persen plus 1 untuk keluar sebagai pemenang. “Kenapa Pilkada Jakarta panas? Karena Undang-Undang khusus Jakarta lex specialist yang mengatur bahwa pemenang gubernur itu harus 50 persen plus 1, berbeda dengan aturan pilkada lainnya,” kata Qodari.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.