Dark/Light Mode

Gerindra: Politisasi Isu HAM Untuk Pilpres, Justru Rendahkan Marwah Hak Asasi Manusia

Jumat, 28 Juli 2023 12:45 WIB
Juru Bicara Partai Gerindra Bidang Hak Asasi Manusia HAM dan Konstitusi Munafrizal Manan (Foto: Antara)
Juru Bicara Partai Gerindra Bidang Hak Asasi Manusia HAM dan Konstitusi Munafrizal Manan (Foto: Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Juru Bicara Partai Gerindra Bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Konstitusi Munafrizal Manan angkat bicara mengenai persoalan HAM yang kerap menjadi isu politik musiman, untuk menyerang bakal calon presiden (bacapres) sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurutnya, isu HAM untuk tujuan Pilpres, justru merendahkan marwah HAM itu sendiri.

"Nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk sekadar dijadikan sebagai komoditas politik," kata Munafrizal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/7).

Mantan Komisioner Komnas HAM itu menegaskan, menuduh seseorang bersalah tanpa adanya putusan lembaga peradilan yang sah, merupakan perbuatan yang mencederai prinsip HAM.

"Semakin isu HAM dipolitisasi untuk kepentingan politik, masyarakat akan semakin antipati. Semakin diperdebatkan, isu HAM malah semakin menjauh dari upaya menemukan penyelesaian final terbaik bersama, yang berkeadilan untuk semua," papar Munafrizal.

Pelanggaran HAM yang berat, lanjutnya, merupakan domain hukum. Sehingga, harus berdasarkan fakta dan bukti yuridis yang sangat kuat.

Baca juga : Perlu Kolaborasi Untuk Tingkatkan Kualitas Literasi Masyarakat

Dalam hukum pidana, pembuktian hukum tidak boleh memiliki sedikit pun keraguan yang beralasan (beyond reasonable doubt). Apalagi, yang tidak beralasan.

Pembuktian hukumnya harus lebih terang daripada cahaya (in criminalibus, probationes bedent esse luce clariores).  Sehingga, kebenaran materiil hukumnya tak terbantahkan.

Karena itu, menuduh seseorang sebagai pelaku pelanggaran HAM berat, harus memenuhi syarat teknis hukum yang tidak mudah.

"Itulah kenapa, pendekatan yudisial yang telah dilakukan dalam perkara Tanjung Priok, Timor-Timur, Abepura, dan Paniai justru berujung dengan putusan pengadilan HAM yang membebaskan para terdakwa," jelas alumni LLM International Human Rights Law and Criminal Justice, Universiteit Utrecht itu.

"Putusan pengadilan selalu menimbulkan perdebatan pro-kontra baru," imbuhnya.

Baca juga : Perlu Kolaborasi & Inovasi untuk Tingkatkan Kegemaran Literasi Masyarakat

Munafrizal memastikan, tidak ada kesimpulan hukum dan putusan hukum yang menyatakan Prabowo Subianto bersalah.

Dengan begitu, menganggap dan memperlakukan Prabowo seolah-olah nyata bersalah, itu tidak adil menurut hukum.

"Padahal, setiap orang berhak mendapat perlakuan yang adil," ucapnya.

Mantan aktivis mahasiswa era 1998 itu meyakini, tidak semua rakyat Indonesia terpengaruh oleh modus politisasi isu HAM terhadap Prabowo.

Buktinya, dalam Pilpres 2014, Prabowo mendulang 62.576.444 suara (46,85 persen).

Baca juga : Pertamina Dapatkan Rp 46 T Untuk Pendanaan Proyek RDMP Kilang Balikpapan

Di Pilpres 2019, angkanya bertambah jadi 68.650.239 (44,50 persen).

Munafrizal menuturkan, peristiwa 1997 atau 1998 tidak lepas dari kompleksitas sejarah. Itu sebabnya, Munafrizal mendorong setiap pihak, untuk menilai sejarah secara proporsional. 

Karena masa lalu tetap akan menyertai kehidupan manusia, dan masa depan juga harus disongsong.

"Mari hentikan segala ujaran kebencian, rasa permusuhan, dan benih perpecahan. Kita harus senantiasa menjaga perdamaian dan persatuan RI yang sangat besar, kaya, dan indah ini. Indonesia punya potensi menjadi negara maju dan makmur di masa depan," pungkasnya.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.