Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Macet & Pemborosan

Senin, 13 Februari 2023 07:02 WIB
BUDI RAHMAN HAKIM
BUDI RAHMAN HAKIM

RM.id  Rakyat Merdeka - Jakarta sudah kembali ke wajah lama. Kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan sehari-hari lagi. Bahkan, beberapa pihak menyebut, macet di Jakarta saat ini lebih parah ketimbang macet sebelum pandemi Covid-19 melanda. Kemacetan semakin menggila saat hujan atau ketika ada kecelakaan. Berbagai keluhan pun muncul akibat kemacetan ini.

Kemacetan ini sebenarnya bukan hal aneh. Betapa tidak, jumlah mobil dan sepeda motor terus bertambah setiap tahunnya. Pertumbuhannya tidak sebanding dengan penambahan panjang dan lebar jalan.

Berdasarkan catatan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil sepanjang 2022 tembus 1.048.000 juta unit. Angka ini naik 18 persen dibanding 2021. Sebagian besar mobil-mobil tersebut dibeli masyarakat Jabodetabek, yang sehari-hari banyak beraktivitas di Jakarta.

Baca juga : Marchella FP, Ariel Cuma Teman

Penjualan sepeda motor lebih banyak lagi. Sepanjang 2022, penjualan sepeda tembus 5.221.470 unit atau mengalami kenaikan hingga 3,2 dibanding 2021. Bisa dibayangkan, sudah betapa padatnya jalanan dengan penambahan jumlah kendaraan ini.

Juru bicara Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyebut, kemacetan yang terjadi menjadi bukti bahwa ekonomi kita sedang menggeliat kembali. Dia mengakui, macet memang menjengkelkan. Namun, macet merupakan representasi aktivitas masyarakat.

Yang disampaikan Prastowo memang ada benarnya. Tapi, yang harus dipahami, kemacetan juga menimbulkan pemborosan yang luar biasa. Baik pemborosan dari segi BBM maupun dari segi waktu yang terbuang sia-sia di jalanan.

Baca juga : Stop Pemborosan, Hentikan Korupsi

Berdasarkan kajian Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, kemacetan yang terjadi di Jabodetabek mengakibatkan kerugian ekonomi senilai Rp 71,4 triliun per tahun. Kerugian berasal dari pemborosan BBM dan menurunnya produktivitas karena hilangnya waktu masyarakat selama terjebak macet.

Dalam kajian itu, per hari terjadi pemborosan BBM sebanyak 2,2 juta liter di enam kota metropolitan yang menjadi acuan. Kemudian, diperkirakan ada sebanyak 6 juta orang kehilangan waktu setiap jam akibat kemacetan itu.

Kemacetan ini jelas membebani ekonomi, baik dari masyarakat maupun dari APBN. Dari sisi masyarakat, akibat kemacetan itu, ongkos untuk membeli BBM menjadi tambah banyak. Dari sisi APBN, subsidi BBM juga menjadi tambah bengkak. Sebab, Sebagian besar BBM yang digunakan masyarakat masih disubsidi.

Baca juga : Negara & Aliran Sesat

Untuk mengatasi kemacetan ini, Pemerintah sebenarnya sudah membangun banyak transportasi umum. Ada MRT, KRL Commuter Line, TransJakarta, dan yang terbaru LRT. Namun, semuanya masih belum cukup. Sebagian masyarakat masih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Sepertinya perlu terobosan lain dan ketegasan dari Pemerintah, agar masalah macet ini tidak terus menjadi momok ekonomi.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.