Dark/Light Mode

RM.id Rakyat Merdeka - Dalam aksinya, sikap mahasiswa jelas: tidak ingin menurunkan Jokowi. mereka hanya mengkritik kebijakan.
Salah satunya, kebijakan yang dianggap melemahkan pemberan tasan korupsi. Dalam aksinya, mahasiswa tidak bergerak ke Istana. Hanya di DPR. Spanduk atau pamflet yang unik dan lucu-lucu itu, juga lebih banyak mengkritik para wakil rakyat.
Para mahasiswa bergerak dalam area substansi. Tidak terpasung oleh kubu kubu an, cebong atau kampret. Jokowi atau Prabowo.
Justru, para mahasiswa mempertanyakan, kenapa dua kubu yang bertarung sangat keras di pilpres bisa bersatu padu meloloskan revisi UU KPK yang dini lai bisa melemahkan pemberantasan korupsi?
RKUHP yang dirasa masih butuh penyempurnaan, juga terancam diloloskan, kalau tak ada demo besar-besaran.
Demo mahasiswa yang luar biasa itu, seperti mengingatkan kita semua bahwa ada yang harus dibicarakan dan didengar di republik ini.
Berita Terkait : Dengarlah Suara-suara
Ada keresahan generasi milenial yang tak ditangkap para senior. Kalau tiga atau empat tahun lalu, mahasiswa masih bersikap manis, tidak ada demo akbar, artinya masih “aman-aman” saja.
Sekarang, mahasiswa melihat ada persoalan serius. Mereka terusik dan menggeliat. Demo mahasiswa perlu disikapi serius, walaupun pamfletnya ada yang membuat kita tersenyum.
Inilah generasi milenial, ekspresinya berbeda dengan para seniornya 20 tahun lalu. Tapi, substansi yang mereka usung sama. Mengkritik kalau ada yang dinilai janggal.
Generasi ini berbeda dengan generasi 98 yang menumbangkan Orde Baru. Generasi sekarang secara ekonomi relatif lebih baik.
Mereka mayoritas generasi kedua, ketiga atau keempat dalam keluarganya yang akan jadi sarjana. Mereka sangat peduli haknya.
Juga sangat anti korupsi. Mereka bisa bercanda untuk hal-hal yang serius. Itu terlihat dari pamflet serta tulisan di kertas-kertas yang mereka bawa.
Berita Terkait : Baik Buruk, Dulu Sekarang
Mereka sangat peduli haknya (dan ternyata, sangat peduli terhadap rakyat, bangsa dan negaranya). Juga sangat anti korupsi.
Mereka bisa nyerang sambil tertawa, tanpa meninggalkan substansi. Jadi, para pembuat kebijakan tidak bo leh sembarangan. Perlu hati-hati.
Terlihat tenang, ternyata mereka sangat garang. Inilah generasi 4.0 yang mungkin tak dimengerti atau dianggap sepele oleh generasi yang lebih senior.
Kalau pun ada mahasiswa yang tidak ikut demo, bahkan mungkin jum lahnya lebih banyak, juga baik-baik saja.
Mereka belajar di kampus, tidak turun ke jalan, adalah sebuah bentuk perjuangan. Mereka belajar keras untuk men capai cita-citanya demi memajukan bangsa dan negara. Itu juga mulia.
Demo substantif yang ditunjukkan para demonstran 2019, tak melihat siapa yang melakukan atau yang berbicara, tapi apa isi pembicaraan atau kebijakannya.
Berita Terkait : Secangkir Kopi BJ Habibie
Tak peduli siapa pun rezimnya. Kelompok-kelompok politik tak bisa memegang atau mengklaim mereka. Pada akhirnya, mereka yang sekarang demo di jalanan, sebagiannya mungkin akan duduk di parlemen atau di eksekutif.
Kalau nanti mereka melenceng (semoga tidak), gantian didemo mahasiswa generasi 2040an. Saat itu, mungkin ada putra-putri anggota DPR yang sekarang didemo generasi milenial. Gantian.
Walau pelaku berubah, rezim berganti, substansinya tetap sama. Kebijakan yang baik tetap baik, yang buruk tetap buruk. Korupsi tetap korupsi.
Sampai kapan pun. Oleh siapa pun. Yang baik didukung, yang tidak baik, diluruskan. Itulah kesetiaan terhadap idealisme dan nilai dari para mahasiswa puluhan tahun lalu, sekarang dan nanti. Kapan pun, walau pemain datang silih berganti. ***