Dark/Light Mode

Mencari Jaksa Agung

Selasa, 20 Agustus 2019 06:04 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Mencari Jaksa Agung bukan memburu singa lalu dimasukkan ke kerangkeng. Jaksa agung perlu kemandirian. Punya taring. Tidak pandang bulu. Tidak di bawah pengaruh parpol atau pihak mana pun.

Bukan pula alat tawar-menawar. KPK yang independen dan dianggap hebat saja masih dirasa kurang dan dihujani kritik, apalagi kalau jaksa agungnya biasa-biasa saja. Karena itu, di tengah kritikan dan harapan terhadap kejaksaan agung, diharapkan muncul figur yang luar biasa.

Tidak standar. Berani mendobrak. Siapa dia? Nama-namanya pasti sudah di kantong Presiden. Tapi Presiden baru memutuskan satu: Jaksa Agung bukan lagi dari parpol.

Baca juga : Koalisi dan Oposisi

Selama ini, memang, seolah-olah kursi jaksa agung menjadi hak parpol tertentu. Sama dengan beberapa kementerian. Banyak yang mengapresiasi dan menyambut gembira jaksa agung non parpol tersebut.

Ini menegaskan bahwa masyarakat merindukan jaksa agung yang kuat, mandiri, independen, bukan yang berlatar belakang parpol. Apakah berlatar belakang parpol, salah?

Bukankah kita juga pernah memiliki jaksa agung yang berlatar belakang parpol seperti Baharuddin Lopa (PPP) atau Marzuki Darusman (Golkar)? Benar.

Baca juga : Korupsi dan Sengon

Tapi, keputusan presiden untuk memilih jaksa agung bukan dari parpol seperti ingin meralat periode pertamanya sembari berkata, “yang bukan dari parpol, akan lebih baik”. Apa pasti lebih baik? Belum tentu juga. Tergantung orangnya.

Sistem dan atmosfernya juga. Walau bukan dari satu parpol, tapi kalau dia kompromis sehingga bisa ditekan, kemudian tunduk dan “melayani” banyak parpol, bisa amburadul juga. Ada beberapa nama yang muncul untuk posisi jaksa agung.

Ada yang zakelijk, pintar, tampak berani, ada juga yang terkesan menjaga harmoni. Harmoni dengan siapa saja. Termasuk dengan lembaga lain. Dikhawatirkan, kalau mengedepankan harmoni, ibarat menaruh kotoran di bawah karpet.

Baca juga : Mati Listrik, Pohon Tinggi

Hanya menyembunyikan sesaat. Tidak menyapu atau membersihkan kotoran tersebut. Figur seperti ini bisa dikalahkan oleh taktik “kita bikin ribut aja, setelah itu kita nego, pasti beres”.

Karena itu, perlu figur yang berani, seimbang dan menomorsatukan bangsa dan negara. Bukan pribadi. Bukan kelompok. Bukan pula seperti singa yang kemudian dikerangkeng oleh berbagai macam kepentingan.

Dia memang akan tampak garang tapi sesungguhnya tak bisa berbuat apa-apa untuk hukum Indonesia. Seperti sirkus. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.