Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Timpang, di Mata Dennis dan Lowy

Kamis, 6 Februari 2020 04:02 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Dennis Wise, legenda Chelsea dan Timnas Inggris, ketika tahun lalu berkunjung ke Indonesia, punya kesimpulan menarik.

Dennis yang berkeliling Indonesia untuk mencari 24 pemain usia 16 tahun yang akan dibawa ke Inggris untuk berlatih selama enam bulan, merasakan ada ketimpangan di negeri ini.

Bukan hanya Dennis, beberapa orang asing yang berkunjung ke Indonesia, punya kesan dan kesimpulan sama.

“Kesimpulan” itu pulalah yang “kembali” ditulis lembaga penelitian dari Australia, The Lowy Insititute dan dipublikasikan Senin (3/2) lalu.

Tulisan ini, juga di retweet oleh Nadirsyah Hosen, dosen asal Indonesia yang sekarang mengajar di Monash University.

Baca juga : Menangkal Hoax Corona

Tim Lindsey dan Tim Mann, penulisnya, di lead tulisannya menyebutkan: Indonesia menjadi negara kaya, tetapi masih memiliki banyak orang yang sangat miskin.

Mereka menyampaikan banyak data, termasuk adanya ketimpangan pendapatan. Disebutkan, kekayaan di Indonesia tidak mengalir cukup cepat. Empat orang terkaya di Indonesia memiliki lebih banyak kekayaan dibanding 40 persen orang miskin di Indonesia yang berjumlah 100 juta orang.

Pendapatan per kapita orang Indonesia, juga masih rendah. Bahkan lebih rendah dari Samoa, Tonga, Fiji, atau negara tetangga, Malaysia dan Thailand.

Masalah diperparah oleh tingginya kematian ibu hamil dan anak-anak stunting . Orang dewasa juga menghadapi masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Misalnya, sekitar 68,1 persen pria Indonesia menjadi perokok, tertinggi kedua di dunia setelah Timor-Leste.

Salah satu masalah lainnya yang tak kalah penting yakni korupsi yang mengakar. Sayangnya, tahun lalu, elite politik berhasil “melumpuhkan” KPK.

Baca juga : Figur 2024, Masih "Sersan"

Singkatnya, tulis tim dari Lowy Institute itu, tata pemerintahan yang buruk terkait korupsi dan regresi demokratis di Indonesia sangat menghambat   masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan yang baik di bidang kesehatan dan pendidikan. Dan tentu saja, itu mempertahankan ketimpangan yang kian dalam.

Tulisan ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Hanya saja, ketika ditulis orang asing, “rasanya” jadi agak berbeda. Ada nuansa “menginternasional”. Go public.

Tidak usah jauh-jauh, kita sudah sangat umum menyaksikan bagaimana ketimpangan antara Jakarta dengan daerah-daerah sekitarnya, seperti Banten. 

Beberapa waktu lalu, misalnya, media asing sempat menyoroti keberadaan jembatan “Indiana Jones” di Banten. Media tersebut menampilkan foto anak-anak sekolah yang melintasi jembatan berbahaya tersebut dengan cara bergelantungan.

Berita-berita sejenis, juga sudah sangat biasa kita dengar. Kemarin misalnya, ada kakek yang diberitakan tinggal di dalam gua di tepi laut, di Sulawesi Tengah. Ada pula satu keluarga yang tinggal di kandang kambing selama bertahun-tahun. Atau, janda tua yang tinggal sebatang kara di gubuk reyot.

Baca juga : Tontonan Menarik dan Main Tangan

Tidak perlu Dennis Wise atau The Lowy Institute, karena ketimpangan itu sudah menjadi “makanan” kita sehari-hari.

Sayangnya, salah satu penyebabnya, korupsi, masih menjadi penyakit yang sulit disembuhkan. Apalagi setelah KPK berhasil “dilumpuhkan”.(*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.