Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Ada data baru mengenai dinasti politik. Setidaknya, sekarang, ada 74 dinasti politik pilkada di 25 provinsi. Selain itu, ada 174 dinasti politik di pemilu legislatif nasional. Tersebar di 34 provinsi.
Data tersebut disampaikan oleh Nagara Institute, akhir bulan lalu. Bagaimana menyikapinya? Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang khawatir, ada pula yang biasa-biasa saja. Tergantung kepentingan dan perspektif. Juga posisi dan koalisi politik terkini.
Mahkamah Konstitusi pernah menyidangkan ini. Lima tahun lalu. Walau pemerintah sudah menunjukkan hasil survei bahwa 64 persen masyarakat menyatakan politik dinasti berdampak negatif, MK punya putusan sendiri. MK akhirnya “membolehkan” dinasti politik.
Baca juga : Pelajaran Li Wenliang
Dalam Pilkada serentak 2020, menurut data Kemendagri, sebanyak 224 kepala daerah inkumben diprediksi akan kembali maju. Di antara mereka, adakah, atau berapa banyak yang terkait dinasti politik?
Dinasti politik bukan barang baru. Di dunia, ada klan Kennedy (AS). Gandhi di India. Aquino atau Duterte di Filipina. Jinnah atau Bhutto di Pakistan. Di Afrika atau dunia Arab, tak kalah banyaknya. Hanya saja mereka kurang menonjol.
Kiprah mereka, positif maupun negatif, sudah diketahui. Di Indonesia, dinasti politik yang tersangkut korupsi, juga tidak sedikit. Dampaknya juga sudah dirasakan.
Baca juga : Timpang, di Mata Dennis dan Lowy
Beberapa penelitian, mungkin tidak menjangkau semua daerah. Tapi, coba tanyakan warga Jakarta yang masih memiliki ikatan dengan daerah asalnya, mereka pasti tahu bagaimana dinasti politik berkembang subur, dengan dampak negatifnya, di daerahnya masing-masing.
Yang menyedihkan, kalau ada yang berkolaborasi dengan pemilik modal. Bagi pemilik modal, siapa pun yang berkuasa, asal menguntungkan secara ekonomi, tidak ada masalah. Akan dibantu. Dibiayai. Sampai menang. Tak peduli tikus putih atau hitam, yang penting bisa mengelabui kucing.
Dari sini, lahirlah lingkaran setan politik uang yang bisa berkawan dekat dengan korupsi. Kondisi ini kian parah kalau pemberantasan korupsi bisa dilemahkan.
Baca juga : Menangkal Hoax Corona
Inilah kisah sedih reformasi yang sebenarnya sudah berhasil menumbangkan rezim KKN, Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Sangat ironis.
Kita tidak berharap, sadar atau tidak sadar, demokrasi dan bangsa ini akan digerogoti dari daerah. Sekarang, kita bisa saja menilainya biasa-biasa saja. Tapi, kalau menjelma jadi bom waktu, sungguh sangat menyedihkan.
Semua orang, apalagi para elite politik, sebenarnya bisa menghentikan bom waktu itu. Kapan pun. Bisa. Jangan sampai bangsa ini berjalan ke arah yang membahayakan. Lalu jatuh di lubang yang sama.(*)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.