Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Belum kering kesedihan akibat “tragedi demokrasi” pada Pemilu 2019, sekarang tahapan Pemilu 2024 sudah diumumkan.
Disepakati, jadwalnya: Pileg dan Pilpres digelar pada 28 Februari 2024. Pilkada, 27 November 2024. Tahapan pemilu dimulai tahun depan, Maret 2022.
Sudah terasa dekat. Padahal, rasanya, belum terlalu lama mendengar kabar sebanyak 894 petugas pemilu meninggal dunia. Yang sakit, jumlahnya lebih banyak, 5.175 orang. Itu data dari KPU.
Polarisasi sangat tajam antar-pendukung, juga masih menjadi catatan buram yang belum terhapus sampai sekarang. “Perang” masih berlangsung.
Baca juga : Capres Di Last Minute
Istilah cebong, kampret, kadrun, dan sebagainya, lahir dari Pemilu 2019.
Apakah fakta-fakta menyedihkan ini sudah dievaluasi serius? Kalau belum, sungguh berisiko. Tragedi bisa terulang. Bahkan bisa lebih parah. Ini sangat penting.
Apalagi sekarang, para politisi seperti sudah kebelet. Ingin cepat-cepat. Serasa dikejar waktu. Di internal parpol, panasnya persaingan memperebutkan posisi capres sudah terasa. Pertemuan lintas partai dan penjajakan antar kandidat, juga sudah ramai.
Atmosfernya mulai sumpek. Ada pencitraan, lobi-lobi serta manuver politik. Survei-survei juga akan dirilis. Kebulatan tekad dan dukungan serta penggalangan akan marak. Lembaga-lembaga baru yang mendukung salah satu calon, juga akan bermunculan.
Baca juga : Polarisasi Akan Menajam?
Potensi saling serang, misalnya mencari dan mengungkap “borok” lawan politik akan menghiasi halaman publik. Tim sukses mulai sibuk.
Semoga roda pemerintahan tidak terganggu. Apalagi masih 2 tahun 8 bulan. Cukup lama. Karena, bisa saja, para menteri yang berasal dari parpol akan mulai berhitung, menyusun strategi dan membaca “kemana arah angin”. Lalu, melupakan tugas melayani rakyat.
Kita berharap, para politisi, di eksekutif maupun legislatif, bisa tetap menjaga amanah rakyat. Apalagi di tengah krisis seperti sekarang, harapan rakyat terhadap mereka lebih dari seratus persen. Sangat besar.
Jangan justru sebaliknya, rakyat dibiarkan sibuk menonton aksi dan manuver para politisi. Rakyat dibiarkan bertikai dan terbelah. Demi politik. Demi kursi. Atas nama demokrasi.
Baca juga : Sekali Lagi, Tunggu Arahan
Ketika antar-rakyat bertarung dan ribut di panggung sendiri, terkadang, di saat yang sama pemain politik bermain di panggungnya sendiri. Panggung yang terkadang gelap, jauh dari sikap-sikap membela rakyat.
Politik mesti dipaksa untuk menahan diri. Jangan terlampau jauh. Tetap di relnya. Perlu ada ketegasan dan keteladanan. Ada arah yang jelas di masa seperti ini. Karena, kesehatan dan ekonomi sungguh sangat butuh perhatian. Krisis ini belum tahu kapan berakhir.
Karena itu, Pemilu 2024 jangan sampai terlalu dini melukai rakyat. Apalagi “tragedi 2019” dan krisis akibat pandemi belum sepenuhnya ditemukan obatnya.
Politik(si) harus menjadi obat. Penyembuh. Bukan menambah luka. Semoga suara dan jeritan rakyat didengar. Lalu diperjuangkan. Bukan diperdagangkan. (*)
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.