Dark/Light Mode
RM.id Rakyat Merdeka - Dipuji negara lain, tapi ratusan petugas pemilu meninggal dunia. Ironis. Tragis. Sebenarnya sudah ada yang usul supaya pemilu digelar terpisah.
Ada pemilu nasional dan ada pemilu daerah. Pemilu nasional untuk memilih Presiden, DPR dan DPD. Pemilu daerah untuk memilih kepala daerah, DPRD I dan II.
Tapi usulan itu seperti tak digubris. Akibat pemilu serentak, petugasnya kelelahan. Rumit. Pusing. Apalagi diawasi ketat semua timses caleg. Dipelototi timses capres dalam suhu politik yang sangat panas.
Para petugas bekerja maraton. Sangat keras. Stres. Kita hanya melihat saat hari pencoblosan Rabu, 17 April. Padahal, sehari sebelumnya, para petugas KPPS sudah menjaga logistik pemilu mulai dari jam 10 malam.
Sampai pagi. Di hari pencoblosan, 17 April, tetap kerja keras. Surat suaranya banyak. Penghitungan suara diawasi ketat para timses. Itu berlangsung sampai dini hari.
Setelah itu mengawal hasil pencoblosan. Sangat melelahkan. Data KPU sampai Rabu, 24 April 2019 pukul 15.15 WIB, sebanyak 144 orang petugas KPPS meninggal dunia, 883 orang sakit. Total 1.027 orang, tersebar di 33 provinsi. Ini belum termasuk korban sakit dan meninggal dari Panwas dan Polri.
Tragedi bagi pahlawan demokrasi ini tak bisa dibiarkan. Terlalu mahal bayarannya. Belum lagi kalau bicara korban sosial yang sangat parah. Berapa juta hubungan persahabatan dan kekeluargaan yang “meninggal” akibat tajamnya perpecahan pilpres.
Ini akibat pilkada serentak yang antisipasinya kurang optimal. Ini karena capresnya hanya dua pasang. Kenapa cuma dua? Karena syarat pengajuan capres, berat.
DPR memutuskan Presidential Threshold (syarat pengajuan calon presiden) harus punya 20 persen kursi di DPR atau punya 25 persen suara nasional. Ini berat.
Baca juga : Utak-Atik Warung Kopi
Akibatnya parpol harus berkoalisi. Ya, dapatnya cuma dua pasang. Tidak bisa tiga pasang calon, apalagi empat. Karena hanya dua calon, dua kubu langsung duel: 1 lawan 1.
Dampaknya, perpecahan sangat tajam. Rakyat terbelah: kami dan kalian, orang kita dan bukan orang kita. Kawan atau lawan. Dampaknya, luka sosial dan politiknya sangat dalam.
Lama sembuhnya. Jadi virus yang berbahaya. Karena itu, pemilu perlu dievaluasi. Total. Jangan korbankan rakyat demi kursi. Demokrasi butuh kegembiraan dan menghasilkan kebahagiaan, bukan duka lara, luka dan tangis. ***
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.