Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Tunggu Apa

Kamis, 4 April 2019 07:52 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Tunggu apa lagi. Info mengenai praktik jual beli jabatan sudah banyak. Bukan hanya di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia.

Tinggal aksinya. Eksekusinya, bagaimana menggergajinya. Bagaimana solusi konkretnya. Saat ini saja, KPK tengah memeriksa 13 kementerian dan lembaga, terkait isu jual beli jabatan.

Satu kementerian sudah kena, yakni Kementerian Agama. Kementerian lainnya? Tidak ada yang tahu. Kalau ada OTT lagi, publik baru terbuka. Sebenarnya, isu jual beli jabatan, bukan barang baru. Sudah sangat lama. Jadi rahasia umum.

Baca juga : Keracunan Politik

Sama seperti kasus jual beli ijazah atau jual beli suara saat pemilu. Sudah lazim. Di daerah, rumor jual beli jabatan jadi menu biasa begitu ada pergantian pimpinan daerah. Harga untuk kursi kepala dinas berapa, kepala bidang, berapa, kepala sekolah, berapa. Semua ada tarifnya. Seperti angkot. Uang yang beredar dalam kasus jual beli jabatan, menurut

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi, mencapai 60 triliun per tahun. Itu hanya di daerah. Jumlah ini tentu akan bertambah kalau dirangkaikan dengan aksi selanjutnya, yakni pengumpulan dana oleh pejabat pembeli kursi supaya balik modal.

Bisa dibayangkan berapa biaya yang dikeluarkan dari siklus atau “lingkaran setan” jual beli jabatan ini. Belum lagi kalau dihitung kerugian secara birokratif atau tata kelola pemerintahannya. Banyak sekali. Lalu, sekarang tunggu apa lagi?

Baca juga : Serangan Fajar

Mengharapkan efek jera setelah ketua Umum PPP Romahurmuziy menjadi tersangka kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama? Atau, efek jera setelah tertangkapnya beberapa orang kepala daerah karena terlibat jual beli jabatan?

Duh! Efeknya mungkin ada. Tapi tidak signifikan. Karena, harapan itu, efek jera, selalu muncul setelah seorang pejabat atau politisi tertangkap KPK.

Ternyata, dampaknya tidak seberapa. Pelaku jual beli hanya tiarap. Sebentar saja. Karena, tak lama setelah itu, ada lagi berita pejabat yang menjadi tersangka atau terjaring OTT. Begitu seterusnya.

Baca juga : Selandia Baru

Pembuat kebijakan tentu punya banyak orang pintar, berintegritas dan hebat. Pasti ada jalan keluarnya. Bukan hanya sekadar meluncurkan program “E-“ yang macam-macam itu, tapi juga perlu ada langkah konkret lainnya.

Langkah tegas, keteladanan, konsisten dan benar-benar menutup peluang jual beli jabatan. Ini sudah sangat urgen. Karena, “pasar gelap” di negara ini sudah sangat banyak.

Ada jual beli suara, jual beli ijazah, jual beli pengaruh, jual beli “meja-kursi”. Macam-macam. Rakyat selalu menunggu “pasar gelap” itu digusur. Sekarang. Tunggu apa lagi? ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.