BREAKING NEWS
 

Bicara Tantangan Ekonomi

Prof Didik Soroti Neraca Perdagangan RI

Reporter & Editor :
ADITYA NUGROHO
Kamis, 28 Juli 2022 11:52 WIB
Prof Didik J Rachbini. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekonomi Indonesia menghadapi banyak tantangan akibat kondisi ekonomi global. Pemerintah diminta waspada.

Hal tersebut dikatakan Rektor Universitas Paramadina yang juga Ekonom Senior INDEF Prof Didik J Rachbini pada acara diskusi “Transformasi Administrasi dan Kebijakan Publik di Era Post Truth dalam Mewujudkan Indonesia Tumbuh, Indonesia Tangguh”, Rabu (27/7). Hadir juga Dept Administrasi Publik UNPAD Enjat Munajat.

Didik mengatakan, tantangan ekonomi yang ada dihadapan mata, yaitu kondisi regional dan global yang tidak stabil, konflik Rusia-Ukraina, Persaingan Amerika dan China di Laut China Selatan, inflasi, krisis pangan dan energi, kemudian masalah industri dalam negeri yang kinerjanya terus menurun. 

Menurut dia, dampak perang Rusia-Ukraina mengakibatkan kenaikan harga-harga energi dan komoditas pangan dunia. Ketegangan itu bisa ekstrim dan bisa menyebabkan tergulingnya Presiden Sri Lanka dan Pakistan. Kini Haiti juga sedang bergejolak. 

“Untungnya Indonesia masih bisa mengendalikan harga-harga. Tapi tetap harus waspada. Kita lihat di AS juga ada kasus antrean panjang makanan. Karenanya kita jangan meremehkan hal tersebut,” ujarnya.

Baca juga : Cita Citata: Bantah Pelakor, Kini Peluk Didi Mahardika

Kenaikan ekstrim harga-harga komoditas dunia, gas, minyak bumi, gandum, jagung, soybean mengakibatkan rakyat dan buruh tercekik. Hal ini akan berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan sosial. 

“Karenanya hal itu harus dikelola dalam kebijakan terutama terkait dengan kebijakan pengendalian inflasi, yang merupakan gabungan pekerjaan pemerintah dan Bank Indonesia,” katanya.

Selain itu, kenaikan harga energi gas dan minyak bumi menyebabkan APBN kewalahan. Subsidi pemerintah telah mencapai angka Rp 500 triliun, yang merupakan pemborosan, tetapi kemudian dengan gampang disumbat dengan dana limpahan sawit dan komoditas lainnya.

Adsense

Agak tidak bijaksana jika pemerintah mengeluarkan dana seperti itu untuk subsidi, karena bisa mengorbankan semuanya. Kecuali subsidi memang diperuntukkan bagi orang miskin. 

Menurut dia, di dalam krisis yang terjadi saat ini sebenarnya Indonesia punya peluang tersembunyi. Misalnya batubara dan sawit yang  harganya naik pesat. Ini menyebabkan ekspor naik hampir 50 persen. Sesuatu hal yang tidak terjadi sebelumnya. APBN pun menerima dana Rp 300 triliun.

Baca juga : Prof Didik: Pemerintah Kudu Perkuat Ketahanan Ekonomi

“Berkah dana sawit dan batubara tentu tidak selamanya, dalam satu atau dua tahun akan habis. Dan akan meninggalkan bom waktu bagi presiden berikutnya,” katanya.

Didik juga menyoroti soal kinerja industri nasional yang dulu peranannya mencapai 30 persen PDB kini hanya berkisar 19 persen saja. Sektor jasa yang justru tinggi, tetapi menyerap tenaga kerja yang terus menurun. Butuh 5-10 tahun untuk membangun kembali industri nasional dan itu harus dijalankan dengan kebijakan yang komprehensif sepertin telah dijalankan pada tahun 1980-an dan 1990-an. 

“Saat ini yang jaya hanya industri sawit dan batubara. Industrinya secara keseluruhan tersendat. Karena itu industri hilir harus diperbaiki dan dibangun kembali karena sektor ini menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada sektor jasa,” bebernya.

Menurutnya, titik kritis ekonomi Indonesia saat ini ada pada neraca perdagangan yang defisit. Terjadi lebih besar impor dari ekspor sehingga minus dalam neraca perdagangan nasional. Kata dia, kondisi ini bisa diatasi dengan modal masuk dan tertolong oleh investor luar negeri yang menanam modal di dalam negeri. Jika neraca tetap seperti itu, maka rupiah selalu tertekan dan sulit menjadi kuat.

Selain itu, kata dia, tantangan baru akan segera muncul dari luar negeri dengan green economy yang tidak lagi memperbolehkan penggunaan energi batubara dalam industri-industri dan produk turunannya. Dunia akan membanned semua produk yang diproduksi dengan energi batubara.

Baca juga : Airlangga: Ekonomi RI Masih Oke, Potensi Resesi Cuma Sekitar 3 Persen

Studi INDEF dan BKPM telah dilakukan untuk mengekplorasi semua kemungkinan resource base industri agar bisa menjadi peluang yang bisa mengkompensasi kerugian-kerugian sebelumnya. Jadi Indonesia tidak seharusnya bernasib sama dengan Sri Lanka. Indonesia punya banyak sekali sumber daya dan tidak seharusnya krisis. Tinggal lagi bagaimana mengelola potensi SDA yang banyak tersebut. 

Ekspor Indonesia juga mutlak harus dikembangkan. Pada 1980-an yang menerima lebih duapertiga ekspor Indonesia hanya Jepang, Eropa dan AS. Namun sekarang peluang ekpsor ke mancanegara sudah terbuka banyak di samping ke China dan ASEAN, Afrika Utara, India, Amerika Latin, Eropa Timur dan lain-lain. Terbuka peluang di mana-mana.

“Jangan terlalu percaya Bank Dunia bahwa ada 60 negara yang akan bangkrut. Sebelum 1998 IMF dan world bank juga menyebut perekonomian Indonesia amat kuat, tetapi kenyataan sebaliknya Indonesia bangkrut,” tukasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense