BREAKING NEWS
 

Ledakan Covid Gila-gilaan Di China, Bisa Jadi Gudang Varian Baru

Reporter & Editor :
FIRSTY HESTYARINI
Kamis, 29 Desember 2022 15:18 WIB
Ilustrasi Coronavirus (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Para ahli kesehatan mengingatkan, ledakan kasus Covid-19 di China, yang terjadi di saat Negeri Tirai Bambu mencabut kebijakan nol Covid, dapat menciptakan potensi berkembang biaknya varian baru.

Pekan ini, otoritas China mengumumkan, pelancong asing yang datang ke negara tersebut, tak lagi wajib menjalani karantina, mulai 8 Januari 2023.

Banting setir 180 derajat, setelah menerapkan pembatasan ketat demi menangkal Covid.

Sementara Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) telah mengakhiri publikasi statistik harian Covid, pejabat di beberapa kota memperkirakan, ratusan ribu orang telah terinfeksi dalam beberapa pekan terakhir.

Rumah sakit dan krematorium di seluruh negeri, kewalahan.

Dengan virus yang saat ini beredar hampir di seperlima populasi dunia, mayoritas tak memiliki kekebalan dari infeksi sebelumnya. Parahnya lagi, banyak di antara mereka yang tidak divaksinasi.

Fakta ini tentu saja cukup meresahkan. Pakar kesehatan global khawatir, China akan menjadi lahan subur bagi varian baru.

Baca juga : Kasus Covid Di China Melonjak, Rupiah Babak Belur

Direktur Institute of Global Health, University of Geneva Antoine Flahault mengatakan, setiap infeksi baru meningkatkan kemungkinan virus bermutasi.

“Fakta bahwa 1,4 miliar orang tiba-tiba terpapar SARS-CoV-2 jelas menciptakan kondisi yang rawan munculnya varian baru,” kata Flahault.

Pekan ini, Profesor Virologi di Universitas Lyon Prancis, mengatakan kepada surat kabar La Croix, bahwa China dapat menjadi tempat berkembang biak yang potensial bagi virus.

Sementara Kepala Ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan menuturkan, hingga November, mayoritas penduduk China rentan terhadap infeksi. Karena banyak orang lanjut usia belum divaksinasi.

"Kita perlu terus mencermati setiap varian yang muncul," kata Swaminathan, kepada situs surat kabar Indian Express.

Respons Global

Adsense

Menanggapi lonjakan kasus, Amerika Serikat, Italia, Jepang, India, dan Malaysia mengumumkan, minggu ini mereka akan meningkatkan tes Covid bagi pelancong dari China.

Baca juga : Putra Perkasa Abadi Bakal Tambah 4 Ribu Karyawan Baru

"Kurangnya data transparan dari China - terutama tentang pengurutan genom virus - membuat otoritas kesehatan masyarakat sulit mengidentifikasi potensi varian baru dan mengambil langkah cepat untuk mengurangi penyebaran," kata pejabat AS, seperti dikutip AFP.

Sementara India dan Jepang telah mengatakan, pihaknya akan mewajibkan tes PCR terhadap semua penumpang dari China.

Langkah ini, kata Flahault, bisa menjadi solusi atas minimnya informasi dari China.

"Jika kami berhasil mengambil sampel dan mengurutkan semua virus yang teridentifikasi dari setiap pelancong yang datang dari China, kami akan segera tahu, varian baru apa yang muncul dan menyebar di negara tersebut," bebernya. 

130 Sublineage Omicron 

Pekan lalu, Kepala Lembaga Pengendalian Virus di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, Xu Wenbo mengatakan, rumah sakit di seluruh negeri akan mengumpulkan sampel dari pasien.

Setelah itu, informasi pengurutan akan diunggah ke database nasional baru, yang memungkinkan pihak berwenang memantau kemungkinan jenis varian baru.

Baca juga : Pandemi Jangan Terulang Kembali

"Lebih dari 130 sublineage Omicron baru, terdeteksi di China selama tiga bulan terakhir," katanya kepada wartawan.

Di antaranya adalah XXB dan BQ.1. Turunan Omicron itu telah menyebar di AS dan sebagian Eropa dalam beberapa bulan terakhir.

"Namun BA.5.2 dan BF.7 tetap menjadi strain Omicron utama yang terdeteksi di China. Besar kemungkinan, berbagai sublineage Omicron akan beredar bersama," beber Xu.

Flahault mengatakan, lebih dari 500 subvarian Omicron baru telah diidentifikasi dalam beberapa bulan terakhir. Meski faktanya, sulit untuk mengetahui lokasi pertama kali masing-masing subvarian itu muncul.

"Varian apa pun, ketika lebih menular daripada yang dominan sebelumnya - seperti BQ.1, B2.75.2, XBB, CH.1, atau BF.7 - pasti merupakan ancaman. Karena dapat menyebabkan gelombang baru," papar Flahault.

"Namun, tak satu pun dari varian yang diketahui ini, menunjukkan risiko tertentu yang terbilang baru, dari gejala yang lebih parah sebelumnya," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense