BREAKING NEWS
 

Saut Situmorang: Hukuman Mati Tak Membangun Peradaban Hukum yang Berkelanjutan

Reporter & Editor :
OKTAVIAN SURYA DEWANGGA
Sabtu, 11 Desember 2021 11:13 WIB
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tuntutan hukuman mati yang disampaikan jaksa terhadap Heru Hidayat terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asabri menimbulkan kegaduhan dan kontroversi publik. Banyak pihak menilai, hukuman mati tidak seharusnya menjadi solusi dalam penegakan hukum di Indonesia.

Salah satunya datang dari mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang. Meski tak mendalami kasus PT Asabri, namun Saut berpandangan, tuntutan hukuman mati sama sekali tidak mencerminkan pembangunan peradaban hukum yang sustainable atau berkelanjutan.

Baca juga : CCEP Indonesia Komitmen Ciptakan Bisnis yang Berkelanjutan

"Saya tidak mau masuk ke materinya, tentang apa yang diperbuat yang bersangkutan. Namun sejarah menunjukkan hukuman mati tidak membangun peradaban hukum yang sustain. Sebaiknya dihukum sesuai hukum positif kita, misalnya seumur hidup penjara atau hukuman maksimal lainnya," ujar Saut, Sabtu (11/21).

Saut kemudian menyinggung soal Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang berada di posisi rendah, yaitu di angka 37. Penerapan hukuman mati, dinilai tidak akan serta merta menaikkan IPK Indonesia.

Adsense

Baca juga : Pendapat Pakar, Hukuman Mati Di Kasus Asabri Bisa Guncang Pasar Modal Dan Hancurkan Investasi

"Kerjaan memati-matikan koruptor itu hanya seperti menembak segerombolan orang jahat yang sedang melakukan aksi, anggota kelompok yang lain kabur dan tiarap sementara untuk kemudian beraksi lagi kapan-kapan," bebernya.

Menurutnya, masih banyak opsi lain dalam upaya pemberantasan korupsi secara maksimal di Indonesia. Tapi, tidak ada opsi untuk hukuman mati dalam penegakan hukum terkait kasus demikian.

Baca juga : Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati, Pengacara: Kejagung Lakukan Abuse Of Power!

Diingatkannya, detail setiap kasus korupsi dalam hal persekongkolan kelompok dan peran siapapun harus dituntaskan. Tidak ada pembenaran penjara penuh, restorative justice dan lainnya.

"Kalau mau sustain memberantas korupsi, tidak ada cara lain kecuali dengan pendekatan kompleks yang mengadili siapapun, besar atau kecil yang dicuri. Jadi bukan dengan pendekatan hukuman mati agar orang berhenti korupsi karena nilainya besar, misalnya," ucap Saut.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense