BREAKING NEWS
 

Rakyat Merdeka Award 2022

Prof. KH Nasaruddin Umar, Tokoh Pemersatu Dan Penyejuk Bangsa  

Reporter & Editor :
SAIFUL BAHRI
Rabu, 28 September 2022 22:00 WIB
Prof. KH Nasaruddin Umar. (Foto : ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH Nasaruddin Umar meraih anugerah Rakyat Merdeka Award 2022 sebagai “Tokoh Pemersatu dan Penyejuk Bangsa”. Acara ini digelar di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Rabu malam (28/9).

Guru Besar UIN Jakarta ini aktif menyatukan dan menyejukan bangsa lewat tulisan di berbagai media, baik cetak maupun online, termasuk di harian Rakyat Merdeka.

Prof. Nasar mampu memecahkan Rekor MURI Penulis Kolom Terbanyak secara berkesinambungan, berkat 6.000 artikel yang dihasilkan dalam kurun waktu lima tahun. 

Hampir semua tulisan menyejukkan itu dibuat pada tengah malam. Dilakukan usai shalat tahajud. Menulis dalam suasana batin yang bersih setelah shalat, memberinya banyak inspirasi. Tenang. Tidak ada gangguan karena merasa dekat dengan Tuhan.

Prof. Nasar merasa seperti ada yang menggerakkan tangan dan pikirannya, saat menulis.

"Kadang saya heran, kok bisa, menulis seperti itu. Berarti ada kekuatan eksternal yang ikut intervensi," kata Prof Nasar dalam podcast dengan tim Rakyat Merdeka yang dipandu Chief Executive Editor Rusmadi, pertengahan September lalu.

Filosofi dasar setiap tulisannya, selalu menyerukan pentingnya persatuan. Menghimpun yang berserakan, menyatukan yang berbeda, menyamakan yang berkonflik ,dan selalu mencari titik temu. 

Prof. Nasar pun merujuk hadist, Ikhtilafu baina ummati rahmah, yang kerap diartikan: perbedaan di antara umat itu rahmat. Namun, menurut Prof Nasar, kurang pas.

Yang rahmat itu, katanya, persatuan bukan perbedaan.

Baca juga : Hery Gunardi, Tokoh Transformasi Ekosistem Perbankan Syariah

"Konteks hadist Nabi itu, setiap kali sahabat berpolemik dalam satu persoalan, turun ayat yang melerai dan menjembatani konflik. Jadi, yang dimaksud rahmat itu adalah ayat" papar Prof. Nasar.

"Kalau Nabi sudah wafat, kan tidak ada lagi ayat. Jadi hemat saya, yang rahmat itu ayat bukan perbedaan. Kalau kita bisa satu, kenapa berbeda," imbuhnya.

Menyikapi perbedaan yang ada, masyarakat diminta bisa berlapang dada.

Dia menganalogikan, berlapang dada itu seperti samudera. Sekotor apa pun sungai Ciliwung. Tidak akan merubah warna samudera. 

"Sebaliknya, kalau dada itu sumpek, setetes tinta pemilu bisa menghitamkan semuanya," ujarnya.

Namun, Prof. Nasar menggarisbawahi, tidak semua dinamika di masyarakat diterjemahkan menjadi sebuah konflik yang menegangkan. Harus dibedakan antara pembengkakan kualitas dan demoralisasi masyarakat. Misalkan DPR tegang, kampus tegang. Itu bukan tegang. Itu adalah pembekakan kualitas. 

"Anak anak kita pintar, semakin pintar satu masyarakat itu semakin dinamis, bedakan antara ketegangan masyarakat dengan dinamika masyarakat," bebernya.

Adsense

Prof. Nasar tidak melihat Indonesia selalu ada dalam ketegangan. Yang ada, hanya masyarakat dinamis. Dinamika masyarakat tetap diperlukan.

Dalam situasi masyarakat yang terbuka ini,  menurutnya, proses dialog sangat penting. Namun, dialog terbuka hendaknya tidak membuat masyarakat semakin kasar.

Baca juga : Retno Marsudi, Tokoh Diplomasi Pemulihan Krisis Global

Sebagai warga negara Indonesia, menurut Prof Nasar, kita wajib bersyukur. Rakyat punya kemampuan menyuarakan hati nurani.

Di negara lain, ada orang yang tak berani berbeda pendapat dengan negaranya. Takut ditangkap atau takut dibunuh. Di Indonesia, semua serba transparan. 

Soal politik identitas, Prof. Nasar sangat mendukung apa yang disampaikan Presiden Jokowi, yang menyebut politik identitas dapat memecah belah bangsa.

Tapi menurutnya, politik identitas tidak bisa dicegah. Melarang poltitik identitas, sama halnya dengan melarang matahari memancarkan cahayanya. Atau sama dengan melarang api  mengeluarkan panasnya.

"Silakan, api mengeluarkan panasnya. Tapi, jangan membakar. Boleh matahari memancarkan sinarnya  tapi terukur. Kita tetap butuh matahari dengan ultravioletnya. Api juga diperlukan kehangatannya. Tapi, jangan membakarnya," tutur Prof. Nasar.

Menurutnya, istilah yang tepat, bukanlah mereduksi politik identitas. Menghemat, lebih tepat.  

Politik identitas, kata Prof. Nasar, jangan dibunuh dan jangan dimatikan. Dia cadangan yang tetap ada dan diperlukan.

Sebab, menurutnya, Indonesia merdeka  karena energi politik identitasnya. Seperti pekikan takbir, Allahuakbar.

"Politik aliran jangan diumbar ke mana-mana. Harus hemat.  Kapan-kapan diperlukan, kalau ada yang mengancam keutuhan bangsa kita," ucap Prof. Nasar.

Baca juga : Bakir Pasaman, Tokoh Peningkatan Produktivitas Pertanian  

Dalam sambutannya, Direktur Utama Rakyat Merdeka Group, Kiki Iswara Darmayana mengatakan, tokoh-tokoh yang meraih anugerah Rakyat Merdeka Award telah memberikan segala sumbangsih terbaiknya, berdedikasi tinggi serta bekerja sepenuh hati untuk pemulihan dan kebangkitan Indonesia.

Selain Prof KH Nasaruddin Umar, ada 30 tokoh lainnya yang dianugerahi Rakyat Merdeka Award 2022.

Tokoh-tokoh tersebut berasal dari berbagai kategori: ekonomi, korporasi, kesehatan, infrastruktur, energi dan lingkungan hidup. Selain itu, juga ada kategori politik, hukum, keamanan, teknologi, pangan, manufaktur, dan otomotif.

Acara yang juga menampilkan penyanyi Andre Hehanussa tersebut berlangsung meriah dan hangat. Salah satu lagu yang dinyanyikannya adalah "Kuta Bali". Mengambil momen perhelatan G20 di Bali, pada November mendatang.

Selamat kepada para penerima anugerah Rakyat Merdeka Award 2022 Untuk Indonesia Pulih & Bangkit!

Teruslah berjuang, memberikan sumbangsih dan karya terbaik demi Indonesia!■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense