BREAKING NEWS
 

Soal Perda Syariah, Maruf dan Mahfud MD Tak Sejalan

Reporter : BAMBANG TRISMAWAN
Editor : WAHYU SURYANI
Senin, 19 November 2018 08:12 WIB
Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie. (Foto: Ng Putu Wahyu Rama/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pidato Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie yang menolak Perda Syariah menuai polemik. Ada yang mendukung, ada yang menolak. Prof Mahfud MD memilih mendukung, sedangkan KH Maruf Amin menolak.

Pidato Grace yang menyinggung soal Perda Syariah, sebenarnya disampaikan pekan lalu. Namun, baru heboh seminggu kemudian. Setelah potongan video pidato Grace di Tangerang, Banten itu beredar luas. Dalam pernyataannya, Grace bilang partainya akan mencegah kemunculan ketidakadilan, praktek diskriminasi dan tindak intoleransi di Indonesia.

Partai ini tidak akan pernah mendukung Perda Injil atau Perda Syariat. "Tidak boleh ada lagi penutupan rumah ibadah secara paksa," kata Grace. Menurut dia, keberadaan perda-perda syariat maupun Injil dapat membatasi kebebasan masyarakat. "Ini ingin kami perangi, karena Indonesia masyarakatnya beragam. Jika kami tidak menjaga keberagaman ini, Indonesia bisa menjadi Suriah atau Irak, dan akhirnya tidak ada yang diuntungkan," tuntasnya.

Omongan Grace kemudian dipersoalkan kubu lawan. Jumat (16/11) lalu, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) melalui kuasa hukum Eggi Sudjana, melaporkan Grace ke Bareskrim. Eggi menilai pernyataan Grace soal penerapan perda keagamaan ini memicu intoleransi, diskriminatif dan ketidakadilan, tergolong kebohongan publik.

Baca juga : Tolak Perda Syariah, Bos PSI Beda Dengan Ahok

Ternyata bukan hanya kubu lawan yang mempersoalkan. Cawapres nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin pun tak sejalan dengan pendapat Grace. "Kan undang-undang tentang perbankan syariah juga ada di nasional. Menurut saya, tidak usah menjadi polemik," kata Ma'ruf, di Pesantren An Nawawi Tanara, Kabupaten Serang, Banten, Sabtu (17/11).

Menurut Ma'ruf, perda syariah dibentuk daerah masing-masing. Jika suatu daerah menghendaki adanya aturan syariah, Ma'ruf tak mempermasalahkannya, termasuk jika ada Perda Injil yang dibuat di daerah tertentu. Asal, masyarakat punya bukti bahwa daerah tertentu jadi lokasi pertama masuknya Injil.

Dia meminta hal ini tidak jadi perdebatan. Soal Perda Syariah dan Injil, menurutnya, tidak usah jadi polemik. "Kita harus seimbang saja," cetusnya.

Adsense

Ketum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj juga tidak sependapat dengan Grace. Said menegaskan keluarnya perda itu disesuaikan dengan konteksnya. Dia mencontohkan, ketika ada penyimpangan di masyarakat, maka perda dikeluarkan.

Baca juga : Semoga Kyai Maruf Tak Sering Kepleset

"Konteks keluarnya perda harus diketahui, misal banyak pelacuran, minum-minum, sehingga kita terpaksa keluarkan perda itu," kata Said, Sabtu (17/11). Meski demikian, Said mengatakan pihaknya merespons pernyataan PSI dengan kepala dingin.

"Kalau ada orang berpendapat, apalagi dari partai kecil, kita serius menanggapi, bisa jadi besar nantinya. Malah jadi besar. Malah kita jadi membesarkan PSI nanti," ujarnya.

Beda dengan Ma'ruf dan Said, eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memberikan beberapa catatan soal Perda Syariah. Dia menilai hukum syariah dan sejenisnya, merupakan hukum perdata yang tak perlu dirancang menjadi peraturan daerah atau Perda Syariah.

Mahfud mengatakan, upaya merancang perda syariah hanya akan sia-sia. "Bikin perda hukum perdata itu buang-buang waktu," kata Mahfud. Perda, kata Mahfud, memang tidak seharusnya memuat peraturan keagamaan yang sangat pribadi, misalnya beribadah.

Baca juga : Prabowo-Sandi Banyak Minta Maaf, Berarti Banyak Salah

Sebab, di era yang sudah bebas beribadah seperti sekarang, orang tak perlu diatur dalam sembahyang. Mahfud menilai hal itu sama dengan hukum-hukum lain, seperti hukum adat atau agama yang berlaku di Bali.

Menurut Mahfud, hukum agama yang di-perda-kan tak ada gunanya. Selain itu, berpotensi menimbulkan diskriminasi. Namun, Mahfud berseloroh, lain halnya bila perda syariah dibuat untuk kepentingan kampanye.

Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz langsung memvonis Grace telah dikriminalisasi, setelah Eggi Sudjana melaporkan kasus ini ke Polisi. Menurut Darraz, seharusnya persoalan ini ditanggapi dengan diskusi dan adu argumen, tidak lantas dibawa ke ranah hukum.

"Sepatutnya, dengan adanya lontaran penolakan 'perda agama' ini harus dijadikan momentum mencerdaskan publik, dan menciptakan diskursus publik yang sehat. Bukan malah dikriminalisasi melalui proses hukum," katanya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense