Dark/Light Mode

Prabowo-Sandi Banyak Minta Maaf, Berarti Banyak Salah

Rabu, 14 November 2018 10:50 WIB
Capres dan Cawapres  no urut 02, Prabowo Subianto (tengah) dan Sandiaga Uno (kanan)  (Foto: Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka)
Capres dan Cawapres no urut 02, Prabowo Subianto (tengah) dan Sandiaga Uno (kanan) (Foto: Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Harapan kampanye Pilpres berjalan dengan adu program, masih jauh panggang dari api. Dua bulan berjalan, yang nyaring terdengar justru tabuhan kampanye negatif. Saling serang, sindir dan menggoreng kelemahan lawan. Di kampanye model begini, Prabowo Subianto lebih sering terpeleset bikin kesalahan. Ujung-ujungnya, Capres nomor urut 02 itu pun lebih banyak minta maaf.

Saat kampanye dimulai pertengahan September lalu, para peserta kampanye sudah berkomitmen akan berkampanye secara damai, aman dan nyaman. Nyatanya, komitmen itu belum terealisasi dengan baik. Yang kerap terdengar di ruang publik adalah riuh rendah kampanye negatif. Nyaris bikin gaduh. Kedua kubu sama-sama menggunakan kampanye negatif sebagai senjata andalan untuk menembak kubu lawan. Tak hanya dari tim sukses, para capres dan cawapres pun ikut-ikutan menggunakan kampanye model serupa. Maka terdengarlah istilah-istilah nyeleneh yang bikin gaduh seperti sontoloyo, genderuwo, atau tampang Boyolali.  

Dengan maraknya kampanye model begini, tiap capres harus hati-hati. Terutama saat berbicara di depan massa. Salah sedikit saja bisa digoreng kubu lawan untuk mendapat simpati atau antipati dari calon pemilih. Apalagi kesalahan besar. Lalu siapa yang paling banyak kena tembak? Jawabannya: kubu Prabowo-Sandi. Pasalnya, sudah dua kali Prabowo menyampaikan permohonan maaf. Pertama gara-gara kasus hoaks Ratna Sarumpaet. Sementara yang kedua soal “tampang boyolali”. 

Capres Sandiaga Uno juga kena tembak karena tertangkap basah melangkahi makam pendiri Nadhlatul Ulama (NU) KH Bisri Syansuri saat berziarah. Gaya Sandi berziarah itu memang jadi sorotan terutama warga NU. Cara Sandi menaburkan bunga di pusara pendiri NU itu dianggap tak punya adab. Setelah dibully netizen, Sandi pun minta maaf. 

Baca juga : Viral Sandi Langkahi Makam Pendiri NU

Kubu Jokowi-Ma’ruf juga bukan tanpa serangan. Omongan Jokowi soal “sontoloyo” dan “genderuwo” juga dipersoalkan kubu lawan. Omongan cawapres Ma’ruf Amin soal mobil Esemka dan “buta dan budek” juga jadi sorotan. Forum Tunanetra bahkan menuntut Ma’ruf untuk meminta maaf. Hanya saja, sampai kemarin permintaan maaf tak pernah terucap. Dari Jokowi maupun Ma’ruf. Timses hanya meluruskan omongan Jokowi dan Ma’ruf.

Wapres Jusuf Kalla menganggap wajar cara kampanye kedua kubu tersebut. Alih-alih kampanye program, kedua kubu lebih banyak melakukan kampanye negatif. Terlibat saling sindir dan saling serang. Namun menurut dia, suasana kampanye masih kondusif. “Ada konflik enggak? enggak ada kan? Ya kondusif artinya," kata JK di kantornya, kemarin.

Eks Ketum Golkar itu mengatakan, sah-sah saja kedua kubu berkampanye negatif. Dalam kampanye negatif, yang dicari adalah kesalahan atau data kekuarangan lawan. Sejauh berdasarkan data dan menanggapi kesalahan lawan maka saling sindir tak menjadi persoalan. “Itu kalau saling buka kampanye negatif namanya. You salah kita ungkap. Makanya jangan berbuat salah. Salah bicara, salah bertindak, salah apa, macam-macam,” terangnya.

Saat ditanya kampanye tidak membicarakan masalah substansial bangsa, JK tegaskan nanti masalah visi dan misi dibicarakan saat debat resmi. Di situ, yang bicara adalah sang calon. Yang sekarang ini terjadi, bukan calon yang berbicara tetapi lebih banyak timses. "Masih 5 bulan lagi. Nanti visi-misi itu pas debat-debat di TV," tuntasnya.

Baca juga : Bupati Prabowo Eling Apa Lali

Wakil Bendahara TKN Jokowi-Ma’ruf Juliari Batubara menyatakan pihaknya tak mau terjebak dalam kampanye negatif. Dia bilang, timnya berkomitmen untuk tidak reaktif menanggapi berbagai ungkapan viral yang terjadi selama kampanye. “Kami prihatin juga. Karena kami ingin di masa kampanye ini diisi dengan gagasan-gagasan, dengan konsep dan ide baru untuk pemilih. Kami juga sebenarnya sangat menghindari kampanye sifatnya negatif yang tidak substantif,” kata Juliari, usai menjadi narasumber diskusi membedah visi ekonomi capres 2019, di Jakarta.

Senada disampaikan Jubir Prabowo-Sandi, Andre Rosiade. Dia bilang, kubunya juga sebenarnya fokus kampanye program. Terutama di bidang ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan pekerjaan, dan harga kebutuhan pokok yang terjangkau. Namun, dia mengakui program-program tersebut belum banyak diungkap ke publik. Karena bagian dari strategi. “Kami mulai masuk materi setelah Jokowi memaparkan programnya,” kata Andre, kemarin.

Pengamat politik dari UIN Adi Prayitno menyatakan, dua bulan masa kampanye sekarang lebih banyak gaduhnya. Dua kubu lebih banyak melakukan saling sindir dan saling nyinyir. Dan model kampanye begini tak kelar-kelar. Ironisnya, model kampanye seperti ini tak hanya dilakukan oleh timses tapi juga para capres. “Semestinya para capres ini bicara yang substansial. Bicara yang bersifat negarawan. Sehingga tidak terus-terusan gaduh,” kata Adi, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

 Akibat dari maraknya kampanye negatif, lanjut Adi, akibatnya visi misi dan program dua capres nyaris tidak pernah terdengar oleh publik. Apalagi terserap. Misalnya visi misi Jokowi-Ma’ruf yang berjudul “Meneruskan Jalan Perubahan untuk Indonesia Maju”.  Dokumen setebal 35 halaman itu seperti tak pernah tersampaikan. Karena yang didengar oleh publik adalah ungkapan sontoloto, genderuwo, serta buta dan budek. Begitu juga dengan visi-misi Prabowo-Sandi yang berjudul “Empat Pilar Mensejahterakan Rakyat” dengan paparan sebanyak 15 halaman itu. Visi misi dalam dokumen itu hampir tak pernah terdengar. Yang muncul adalah hal yang sifatnya artifisial seperti “tampang boyolali” yang remeh temeh. Bahkan beberapa kali menyampaikan permintaan maaf karena terpeleset.

Baca juga : Prabowo Banyak Bicara, Banyak Ruginya

Dia menduga, kampanye negatif sudah by design. Artinya sudah dirancang dari awal. Dia berharap, ke depan kedua kubu mulai berubah dalam berkampanye. Yaitu memberikan edukasi kepada publik. Memberikan narasi-narasi tentang program. Tujuannya agar isu-isu yang berbasis kampanye negatif, SARA dan identitas bisa hilang karena orang akan lebih sibuk bicara soal program para kandidat. “Kampanye yang bersifat memuliakan akal,” pungkasnya. [BCG]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.