Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, mengingatkan, kemajuan teknologi seperti dua mata pisau. Selain memudahkan, kemajuan teknologi juga dapat menjadi media yang menampung ujaran kebencian yang mengandung unsur SARA khususnya sentimental agama. Padahal, dari dulu, perbedaan dalam keyakinan beragama ini tidaklah menjadi masalah.
"Masalah keragaman tafsir ilahi, otoritas yang tunggal dulu tidak dipermasalahkan, damai, dan hidup berdampingan. Padahal, dulu agama dan kepercayaan lokal itu banyak, tetapi dapat hidup damai dalam persatuan. Sekarang ini konflik semakin meruncing karena kemajuan teknologi lewat media sosial," kata Romo Benny saat memberikan pemaparan Aktualisasi Pancasila dalam Seminar Nasional Sosiologi yang diselenggarakan Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (23/10).
Baca juga : Ramah Lingkungan, Kementan Terus Dorong Penggunaan Pestisida Nabati
Selain Dosen Sosiologi Universitas Airlangga Daniel Theodore Sparringa dan Direktur Institute For Javanese Islam Research Akhol Firdaus, acara ini dihadiri lebih dari 200 mahasiswa yang berasalal dari seluruh Indonesia.
Kata Romo Benny, permasalahan di era digital ini terjadi karena tidak adanya pendidikan kritis dalam memilah dan menyaring isu. Karenanya, penggunaannya menjadikan masalah pluralisme terjadi saat ini.
"Tidak adanya pendidikan kritis ini menyebabkan masalah pluralisme seperti aksi kekerasan terhadap rumah ibadah, kekerasan kemanusiaan, menganggap keyakinan sendiri lebih benar semakin banyak terjadi semakin sering ditemui," paparnya.
Semua permasalahan ini dapat diatasi jika aktualisasi Pancasila diterapkan dan menjadi habituasi yang menciptakan keadaban publik. Selain itu, publik haru diajak terus menerus untuk meninggalkan politik identitas.
Baca juga : Bayar Tunggakan Biaya Dinas Ke Jepang, Wali Kota Medan Palakin Kadis-Kadis
"Pancasila harus menjadi habitus bangsa karena harus dibatinkan dalam prilaku. Ini akan menjadi keadaban publik yang akan merekatkan persatuan," pungkas rohaniawan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini. [FAQ]
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya